Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN dan RB) Yuddy Chrisnandi mengatakan tidak semua pejabat negara boleh mendapatkan fasilitas tunjangan uang muka pembelian kendaraan dari Pemerintah.
"Saya kira tidak semua pejabat harus dapat, kalau yang (mobilnya) masih bagus tidak harus dikasih (tunjangan) uang muka. Kecuali yang kendaraannya sudah rusak dan tidak bisa digunakan. Pemerintah pasti akan sangat selektif memberikannya," kata Yuddy usai melakukan ibadah salat Jumat bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla di Masjid Sunda Kepala, Jakarta Pusat, Jumat (3/4).
Dia mengatakan pemberlakuan sejumlah syarat dalam pemberian tunjangan tersebut dimaksudkan untuk efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara.
"Dalam pelaksanaannya, semua harus berpegangan pada prinsip efisiensi. Kami juga akan hati-hati dalam mengeluarkan anggaran, termasuk kalau nanti jadi diimplementasikan (pemberian kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat), maka harus ada syarat-syaratnya," jelasnya.
Menurut Yuddy, keputusan Presiden untuk menaikkan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat tersebut lebih hemat daripada mengganti seluruh kendaraan pejabat negara yang jumlahnya belasan ribu orang.
"Ada 12 ribu pejabat Indonesia yang masuk kategori eselon I, II dan III. Maka kalau lima tahun (masa jabatannya) itu berakhir akan terlalu mahal kalau semua (kendaraan) diganti. Jadi muncul ide pemberian tunjangan uang muka," katanya.
Dia juga menceritakan pengalamannya sewaktu menjadi anggota DPR yang langsung mendapatkan tunjangan uang muka pembelian mobil satu hari setelah dilantik.
"Waktu saya jadi anggota DPR, baru sehari (menjabat) sudah ditawari tunjangan uang muka. Jadi hal yang sama berlaku juga untuk anggota DPR," katanya.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden yang menaikkan fasilitas tunjangan uang muka untuk pembelian mobil perorangan bagi pejabat negara menjadi Rp210,890 juta dari sebelumnya Rp116,650 juta.
Kenaikan tersebut dilakukan karena ketentuan lama dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan peningkatan harga kendaraan bermotor saat ini.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Maret 2015 menandatangani Perpres No 39/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan tersebut.
Perpres itu hanya mengubah Pasal 3 Ayat (1) Perpres 68/2010 tentang besarnya tunjangan yang diberikan.
Pada Pasal 1 Perpres Nomor 68 Tahun 2010 disebutkan, yang dimaksud dengan pejabat negara pada Lembaga Negara adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Hakim Agung Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisioner Komisi Yudisial.
Berdasarkan data KPU pada Pemilu 2024, jumlah kursi anggota DPR mencapai 560 kursi dan DPD sebanyak 132 kursi. Sedangkan untuk hakim agung MA paling banyak 60 orang, hakim konstitusi MK sembilan orang, anggota BPK sembilan orang, dan anggota KY tujuh orang.
"Saya kira tidak semua pejabat harus dapat, kalau yang (mobilnya) masih bagus tidak harus dikasih (tunjangan) uang muka. Kecuali yang kendaraannya sudah rusak dan tidak bisa digunakan. Pemerintah pasti akan sangat selektif memberikannya," kata Yuddy usai melakukan ibadah salat Jumat bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla di Masjid Sunda Kepala, Jakarta Pusat, Jumat (3/4).
Dia mengatakan pemberlakuan sejumlah syarat dalam pemberian tunjangan tersebut dimaksudkan untuk efisiensi anggaran pendapatan dan belanja negara.
"Dalam pelaksanaannya, semua harus berpegangan pada prinsip efisiensi. Kami juga akan hati-hati dalam mengeluarkan anggaran, termasuk kalau nanti jadi diimplementasikan (pemberian kenaikan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat), maka harus ada syarat-syaratnya," jelasnya.
Menurut Yuddy, keputusan Presiden untuk menaikkan tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat tersebut lebih hemat daripada mengganti seluruh kendaraan pejabat negara yang jumlahnya belasan ribu orang.
"Ada 12 ribu pejabat Indonesia yang masuk kategori eselon I, II dan III. Maka kalau lima tahun (masa jabatannya) itu berakhir akan terlalu mahal kalau semua (kendaraan) diganti. Jadi muncul ide pemberian tunjangan uang muka," katanya.
Dia juga menceritakan pengalamannya sewaktu menjadi anggota DPR yang langsung mendapatkan tunjangan uang muka pembelian mobil satu hari setelah dilantik.
"Waktu saya jadi anggota DPR, baru sehari (menjabat) sudah ditawari tunjangan uang muka. Jadi hal yang sama berlaku juga untuk anggota DPR," katanya.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden yang menaikkan fasilitas tunjangan uang muka untuk pembelian mobil perorangan bagi pejabat negara menjadi Rp210,890 juta dari sebelumnya Rp116,650 juta.
Kenaikan tersebut dilakukan karena ketentuan lama dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan peningkatan harga kendaraan bermotor saat ini.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Maret 2015 menandatangani Perpres No 39/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan tersebut.
Perpres itu hanya mengubah Pasal 3 Ayat (1) Perpres 68/2010 tentang besarnya tunjangan yang diberikan.
Pada Pasal 1 Perpres Nomor 68 Tahun 2010 disebutkan, yang dimaksud dengan pejabat negara pada Lembaga Negara adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Hakim Agung Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisioner Komisi Yudisial.
Berdasarkan data KPU pada Pemilu 2024, jumlah kursi anggota DPR mencapai 560 kursi dan DPD sebanyak 132 kursi. Sedangkan untuk hakim agung MA paling banyak 60 orang, hakim konstitusi MK sembilan orang, anggota BPK sembilan orang, dan anggota KY tujuh orang.