Kemendagri Evaluasi RAPBD Dengan Cara Penyusutan, Pemborosan Uang Belanja Daerah Banyak diSelewengkan.
CNG.online: - Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) mengoreksi
Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) seluruh daerah di
Indonesia. Dari hasil tersebut, Kemdagri mencoret sejumlah anggaran, bernilai
ratusan miliar, yang dinilai tidak tepat. Sebagai upaya menekan pemborosan
keuangan serta mengefektifkan pembangunan di daerah, evaluasi RAPBD oleh
pemerintah pusat tepat diterapkan. Daerah tidak perlu gusar sejauh dapat
mempertanggung jawabkan dan mengklarifikasi anggaran yang terkoreksi.
Evaluasi sangat berguna mengingat selama ini
anggaran daerah banyak salah arah dan diselewengkan. Selain itu, selama
pelaksanaan desentralisasi fiskal sejak tahun 2001, dana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan ke daerah terus meningkat dari
tahun ke tahun. Alokasi dana itu diharapkan dapat meningkatkan kinerja daerah
dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, termasuk penyediaan layanan publik
yang memadai.
Pekan lalu, Kemendagri telah mengoreksi RAPBD
di 21 provinsi dengan jumlah total anggaran mencapai Rp 120 triliun berdasarkan
Pemendagri 37/2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015.
Pengaturan kembali APBD agar anggaran tepat guna sangat diperlukan. Anggaran
yang tidak bermanfaat bagi meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
sebaiknya direalokasi.
Koreksi pada APBD juga adalah bentuk
perhatian pemerintah pusat ke daerah di era otonomi daerah. Koreksi pada awal
penyusunan APBD kita dukung mengingat bisa saja alokasi anggaran tidak tepat
sasaran karena ketidakcermatan, karena kondisi tertentu suatu daerah, atau
karena kesengajaan. Kita tidak berharap terjadi kesalahan alokasi anggaran yang
disengaja sejak awal dengan tujuan memperlancar oknum-oknum pejabat menikmati
kue anggaran.
Sejak 2004, anggaran dari pusat ke daerah
dalam bentuk dana alokasi umum dan khusus terus meningkat. Pada 2009 pemerintah
pusat mengalokasikan dana alokasi umum (DAU) Rp 183,4 triliun atau naik 123,3
persen dibanding 2004. Sedangkan dana alokasi khusus (DAK) Rp 22,3 triliun atau
naik lebih dari empat kali lipat dari tahun 2004.
Namun, kenaikan itu tidak berbanding
lurus dengan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Penyebabnya, program
yang tidak tepat sasaran alias anggaran yang tidak tepat guna, serta di
sana-sini anggaran dikorupsi. Beberapa mata anggaran tidak mengarah langsung
pada pembangunan dan kepentingan masyarakat.
Daerah banyak membuat proyek besar yang belum
tentu bermanfaat bagi rakyat. Alih-alih membangun sarana pendidikan, kesehatan,
atau infrastruktur dasar, sejumlah daerah malah membangun gedung yang belum
jelas kegunaannya. Tujuannya hanya agar si pejabat mendapatkan bagian dari
proyek-proyek tersebut.
Dengan adanya pengawasan dari pusat,
diharapkan penggunaan dana APBD makin terarah. APBD bukan sekadar daftar
penerimaan dan pengeluaran. Dari sana terdapat fungsi-fungsi penting yang
membuat roda pemerintahan dan pembangunan di daerah berjalan. APBD menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan. APBD juga berfungsi menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan
atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Anggaran daerah seharusnya diarahkan untuk
menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian lokal.
Kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan. Pada kenyataannya, di beberapa daerah masih ditemui mata
anggaran yang aneh-aneh. Besaran angka untuk baju dinas pejabat, misalnya,
lebih besar dibanding anggaran untuk membangun fasilitas sanitasi sebuah
kampung.
Dalam hal ini, Jokowi ketika menjabat sebagai
gubernur DKI Jakarta patut menjadi contoh. Sejumlah anggaran yang tidak tepat
guna dan tidak patut, dicoret. Pada awal menjabat, Jokowi langsung mencoret
anggaran pelantikannya hampir separuh.
Dalam hal evaluasi ini, pemerintah daerah
tidak perlu gusar sebab mereka mendapatkan kesempatan untuk memberikan
argumentasinya. Masing-masing pemda yang terkoreksi memberikan jawaban dan
penjelasan yang kepada Kemdagri. Sesuai aturan, jawaban tertulis harus sudah
diberikan maksimal seminggu setelah hasil evaluasi oleh Kemdagri.
Daerah selayaknya legawa menerima
koreksi bila mendasarkan pada pemikiran bahwa evaluasi bukan bertujuan
memancung anggaran daerah melainkan bagaimana anggaran bermanfaat bagi
kesejahteraan rakyat.
Bagaimana pun juga evaluasi dari Kemdagri berdasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan sesuai undang-undang. Penyusunan APBD berpedoman
kepada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD
yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
dengan menggunakan bahan yang mengacu kepada rencana kerja pemerintah pusat.
RKPD
tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan
kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan
langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat. Karena itu, pemerintah pusat pasti tidak semena-mena
dalam mengoreksi keuangan daerah.
Namun, tidak selamanya pertimbangan
pemerintah pusat tersebut sesuai dengan kekhasan daerah. Oleh sebab itu pemda
tak perlu resisten pada koreksi, karena apa yang diputuskan Kemdagri bisa
diluruskan oleh pemda. Klarifikasi dari daerah dibutuhkan untuk mengetahui
lebih detail terhadap maksud, tujuan, dan dasar legal perundangan dari setiap item yang ada
di Perda APBD.
No comments:
Post a Comment