SEMBOYAN

SEMBOYAN

{ KEMANDIRIAN, PENGETAHUAN, KERJA KERAS, OPTIMISTIS, AKUNTABEL & PROFESIONAL }

Sunday, 21 December 2014

Kemendagri Evaluasi RAPBD Dengan Cara Penyusutan, Pemborosan Uang Belanja Daerah Banyak diSelewengkan.

Kemendagri Evaluasi RAPBD Dengan Cara Penyusutan, Pemborosan Uang Belanja Daerah Banyak diSelewengkan.

CNG.online: - Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) mengoreksi Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) seluruh daerah di Indonesia. Dari hasil tersebut, Kemdagri mencoret sejumlah anggaran, bernilai ratusan miliar, yang dinilai tidak tepat. Sebagai upaya menekan pemborosan keuangan serta mengefektifkan pembangunan di daerah, evaluasi RAPBD oleh pemerintah pusat tepat diterapkan. Daerah tidak perlu gusar sejauh dapat mempertanggung jawabkan dan mengklarifikasi anggaran yang terkoreksi.
Evaluasi sangat berguna mengingat selama ini anggaran daerah banyak salah arah dan diselewengkan. Selain itu, selama pelaksanaan desentralisasi fiskal sejak tahun 2001, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan ke daerah terus meningkat dari tahun ke tahun. Alokasi dana itu diharapkan dapat meningkatkan kinerja daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, termasuk penyediaan layanan publik yang memadai.
Pekan lalu, Kemendagri telah mengoreksi RAPBD di 21 provinsi dengan jumlah total anggaran mencapai Rp 120 triliun berdasarkan Pemendagri 37/2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2015. Pengaturan kembali APBD agar anggaran tepat guna sangat diperlukan. Anggaran yang tidak bermanfaat bagi meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sebaiknya direalokasi.
Koreksi pada APBD juga adalah bentuk perhatian pemerintah pusat ke daerah di era otonomi daerah. Koreksi pada awal penyusunan APBD kita dukung mengingat bisa saja alokasi anggaran tidak tepat sasaran karena ketidakcermatan, karena kondisi tertentu suatu daerah, atau karena kesengajaan. Kita tidak berharap terjadi kesalahan alokasi anggaran yang disengaja sejak awal dengan tujuan memperlancar oknum-oknum pejabat menikmati kue anggaran.
Sejak 2004, anggaran dari pusat ke daerah dalam bentuk dana alokasi umum dan khusus terus meningkat. Pada 2009 pemerintah pusat mengalokasikan dana alokasi umum (DAU) Rp 183,4 triliun atau naik 123,3 persen dibanding 2004. Sedangkan dana alokasi khusus (DAK) Rp 22,3 triliun atau naik lebih dari empat kali lipat dari tahun 2004. 
Namun, kenaikan itu tidak berbanding lurus dengan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Penyebabnya, program yang tidak tepat sasaran alias anggaran yang tidak tepat guna, serta di sana-sini anggaran dikorupsi. Beberapa mata anggaran tidak mengarah langsung pada pembangunan dan kepentingan masyarakat.
Daerah banyak membuat proyek besar yang belum tentu bermanfaat bagi rakyat. Alih-alih membangun sarana pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur dasar, sejumlah daerah malah membangun gedung yang belum jelas kegunaannya. Tujuannya hanya agar si pejabat mendapatkan bagian dari proyek-proyek tersebut.
Dengan adanya pengawasan dari pusat, diharapkan penggunaan dana APBD makin terarah. APBD bukan sekadar daftar penerimaan dan pengeluaran. Dari sana terdapat fungsi-fungsi penting yang membuat roda pemerintahan dan pembangunan di daerah berjalan. APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. APBD juga berfungsi menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Anggaran daerah seharusnya diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian lokal. Kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pada kenyataannya, di beberapa daerah masih ditemui mata anggaran yang aneh-aneh. Besaran angka untuk baju dinas pejabat, misalnya, lebih besar dibanding anggaran untuk membangun fasilitas sanitasi sebuah kampung.
Dalam hal ini, Jokowi ketika menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta patut menjadi contoh. Sejumlah anggaran yang tidak tepat guna dan tidak patut, dicoret. Pada awal menjabat, Jokowi langsung mencoret anggaran pelantikannya hampir separuh.
Dalam hal evaluasi ini, pemerintah daerah tidak perlu gusar sebab mereka mendapatkan kesempatan untuk memberikan argumentasinya. Masing-masing pemda yang terkoreksi memberikan jawaban dan penjelasan yang kepada Kemdagri. Sesuai aturan, jawaban tertulis harus sudah diberikan maksimal seminggu setelah hasil evaluasi oleh Kemdagri.
Daerah selayaknya legawa menerima koreksi bila mendasarkan pada pemikiran bahwa evaluasi bukan bertujuan memancung anggaran daerah melainkan bagaimana anggaran bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat.

Bagaimana pun juga evaluasi dari Kemdagri berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sesuai undang-undang. Penyusunan APBD berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan menggunakan bahan yang mengacu kepada rencana kerja pemerintah pusat.

RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Karena itu, pemerintah pusat pasti tidak semena-mena dalam mengoreksi keuangan daerah.
Namun, tidak selamanya pertimbangan pemerintah pusat tersebut sesuai dengan kekhasan daerah. Oleh sebab itu pemda tak perlu resisten pada koreksi, karena apa yang diputuskan Kemdagri bisa diluruskan oleh pemda. Klarifikasi dari daerah dibutuhkan untuk mengetahui lebih detail terhadap maksud, tujuan, dan dasar legal perundangan dari setiap item yang ada di Perda APBD.




Banner Air Maaqo

No comments:

Post a Comment