CNG.online: - Mimika Papua Tembagapura Executive Vice President dan General Manajer PT Freeport Indonesia Nur Hadi Sabirin mengatakan, untuk pengembangan tambang bawah tanah setelah 2017, perusahaannya membutuhkan 5.000 orang karyawan.
Menurut dia, perusahaannya kini tengah menyiapkan sumber daya tersebut agar bisa menyesuaikan diri dengan pengembangan tersebut karena karyawan yang akan disiapkan itu saat ini bekerja di tambang terbuka Grasberg.
"Khusus karyawan yang bekerja di tambang bawah tanah saat ini ada sekitar 10.000 karyawan. Perlu ada karyawan tambahan sebanyak kurang lebih 5.000 orang," kata Nur Hadi di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Sabtu.
Menurut dia, 70 persen biji tembaga yang diproduksi PT Freeport Indonesia berasal dari Grasberg dan 30 persen dari tambang bawah tanah.
"Grasberg bakal selesai 2017. Ke depan akan digantikan Grasberg block cave [GBC] yang memiliki deposit besar dan itu ada dibawah tanah," ujarnya.
Untuk pengembangan tambang bawah tanah masih menbutuhkan investasi sekitar 16-18 miliar dolar AS. "Padahal, kami belum melakukan produksi dari investasi ini. Produksi tambang bawah tanah ditargetkan 80 ribu ton per hari dalam bentuk batu yang sudah dipecah menjadi kecil, kemudian jadi konsentrat," kata Nur.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kemudian Juga Mendag dorong buah lokal jadi produk ekspor CNG.online: - Surabaya Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, mendorong buah lokal mampu menjadi komoditas ekspor karena kualitasnya tidak kalah dengan buah impor.
"Kita harus menjadikan buah lokal menjadi produk nasional terlebih dahulu yang dikonsumsi seluruh masyarakat Indonesia, kemudian bagaimana untuk bisa menjadi produk internasional," kata Rachmat, saat menyampaikan pidato pada Gelar Buah Nusantara di Pasar Osowilangun, Surabaya, Kamis malam (12/2).
Rachmat mengatakan, untuk menjadi produk internasional buah-buahan dalam negeri harus mampu menembus pasar ekspor dimana dari segi kualitas sesungguhnya tidak kalah dari buah-buahan impor.
"Itu tahapan yang harus kita bangun, sebagai orang Indonesia harus mencintai produknya sendiri, produk dalam negeri," ujar Rachmat.
Menurut Rachmat, jika masyarakat tidak mencintai buah-buahan produk dalam negeri maka akan sulit untuk mengekspornya.
"Jika kita tidak bisa mencintai produk sendiri, bagaimana kita bisa mengekspor, kita harus menjadikan produk dalam negeri sebagai produk kebanggaan kita," ujar Rachmat.
Sementara di tempat yang sama, Direktur Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak, menyatakan bahwa potensi ekspor buah-buahan sangat terbuka lebar. Saat ini Indonesia baru mampu mengekspor beberapa jenis buah lokal saja.
"Salak sudah diekspor ke Australia, sementara yang cukup tinggi ekspornya pada tahun 2014 lalu adalah tamarin dimana nilainya kurang lebih mencapai 200 juta dolar Amerika Serikat," ujar Nus.
Untuk kedepannya, Kementerian Perdagangan akan mendorong ekspor produk buah lokal tersebut walau memang masih ada beberapa kendala yang harus diselesaikan yakni banyaknya negara tujuan ekspor masih belum mau menerima buah asal Indonesia.
"Ukuran buah-buahan belum seragam (sama), jadi kebanyakan ditolak negara lain," kata Nus.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2014 lalu mengalami defisit sebesar 1,88 miliar dolar AS, dimana ekspor tercatat mencapai 176,29 miliar dolar AS, sementara impor sebesar 178,89 miliar dolar AS. Pemerintah menargetkan peningkatan ekspor non-migas sebesar 300 persen pada 2019 mendatang.
Sementara secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia periode Januari-Desember 2014 mencapai 176,29 miliar dolar AS, atau turun 3,43 persen jika dibanding periode yang sama tahun 2013, dan ekspor non-migas tercatat 145,96 miliar dolar AS atau turun 2,64 persen.
Berdasarkan sektor, ekspor non-migas dari hasil pengolahan periode Januari-Desember 2014 mangalami kenaikan sebesar 3,80 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2013 lalu. Dimana ekspor hasil pertanian naik 1,01 persen, sementara ekspor hasil tambang dan lainnya turun 26,67 persen.
Menurut dia, perusahaannya kini tengah menyiapkan sumber daya tersebut agar bisa menyesuaikan diri dengan pengembangan tersebut karena karyawan yang akan disiapkan itu saat ini bekerja di tambang terbuka Grasberg.
"Khusus karyawan yang bekerja di tambang bawah tanah saat ini ada sekitar 10.000 karyawan. Perlu ada karyawan tambahan sebanyak kurang lebih 5.000 orang," kata Nur Hadi di Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, Sabtu.
Menurut dia, 70 persen biji tembaga yang diproduksi PT Freeport Indonesia berasal dari Grasberg dan 30 persen dari tambang bawah tanah.
"Grasberg bakal selesai 2017. Ke depan akan digantikan Grasberg block cave [GBC] yang memiliki deposit besar dan itu ada dibawah tanah," ujarnya.
Untuk pengembangan tambang bawah tanah masih menbutuhkan investasi sekitar 16-18 miliar dolar AS. "Padahal, kami belum melakukan produksi dari investasi ini. Produksi tambang bawah tanah ditargetkan 80 ribu ton per hari dalam bentuk batu yang sudah dipecah menjadi kecil, kemudian jadi konsentrat," kata Nur.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kemudian Juga Mendag dorong buah lokal jadi produk ekspor CNG.online: - Surabaya Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, mendorong buah lokal mampu menjadi komoditas ekspor karena kualitasnya tidak kalah dengan buah impor.
"Kita harus menjadikan buah lokal menjadi produk nasional terlebih dahulu yang dikonsumsi seluruh masyarakat Indonesia, kemudian bagaimana untuk bisa menjadi produk internasional," kata Rachmat, saat menyampaikan pidato pada Gelar Buah Nusantara di Pasar Osowilangun, Surabaya, Kamis malam (12/2).
Rachmat mengatakan, untuk menjadi produk internasional buah-buahan dalam negeri harus mampu menembus pasar ekspor dimana dari segi kualitas sesungguhnya tidak kalah dari buah-buahan impor.
"Itu tahapan yang harus kita bangun, sebagai orang Indonesia harus mencintai produknya sendiri, produk dalam negeri," ujar Rachmat.
Menurut Rachmat, jika masyarakat tidak mencintai buah-buahan produk dalam negeri maka akan sulit untuk mengekspornya.
"Jika kita tidak bisa mencintai produk sendiri, bagaimana kita bisa mengekspor, kita harus menjadikan produk dalam negeri sebagai produk kebanggaan kita," ujar Rachmat.
Sementara di tempat yang sama, Direktur Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak, menyatakan bahwa potensi ekspor buah-buahan sangat terbuka lebar. Saat ini Indonesia baru mampu mengekspor beberapa jenis buah lokal saja.
"Salak sudah diekspor ke Australia, sementara yang cukup tinggi ekspornya pada tahun 2014 lalu adalah tamarin dimana nilainya kurang lebih mencapai 200 juta dolar Amerika Serikat," ujar Nus.
Untuk kedepannya, Kementerian Perdagangan akan mendorong ekspor produk buah lokal tersebut walau memang masih ada beberapa kendala yang harus diselesaikan yakni banyaknya negara tujuan ekspor masih belum mau menerima buah asal Indonesia.
"Ukuran buah-buahan belum seragam (sama), jadi kebanyakan ditolak negara lain," kata Nus.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2014 lalu mengalami defisit sebesar 1,88 miliar dolar AS, dimana ekspor tercatat mencapai 176,29 miliar dolar AS, sementara impor sebesar 178,89 miliar dolar AS. Pemerintah menargetkan peningkatan ekspor non-migas sebesar 300 persen pada 2019 mendatang.
Sementara secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia periode Januari-Desember 2014 mencapai 176,29 miliar dolar AS, atau turun 3,43 persen jika dibanding periode yang sama tahun 2013, dan ekspor non-migas tercatat 145,96 miliar dolar AS atau turun 2,64 persen.
Berdasarkan sektor, ekspor non-migas dari hasil pengolahan periode Januari-Desember 2014 mangalami kenaikan sebesar 3,80 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2013 lalu. Dimana ekspor hasil pertanian naik 1,01 persen, sementara ekspor hasil tambang dan lainnya turun 26,67 persen.
No comments:
Post a Comment