SEMBOYAN

SEMBOYAN

{ KEMANDIRIAN, PENGETAHUAN, KERJA KERAS, OPTIMISTIS, AKUNTABEL & PROFESIONAL }

Friday, 16 January 2015

Pengawasan perusahaan-perusahaan perkebunan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang dikelolanya masih sangat rendah.

Pengawasan Perusahaan Perkebunan Terhadap Kebakaran Hutan Rendah.
CNG.online: Jakarta – Pengawasan perusahaan-perusahaan perkebunan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang dikelolanya masih sangat rendah.

Bahkan pengawasan tersebut dinilai hampir tidak ada, sehingga perlu dilakukan program perbaikan.

Kepala Badan Pengelola Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (BP REDD+) Indonesia Heru Prasetyo menjelaskan saat ini ada sembilan provinsi yang rawan terjadi karhutla, yakni Sumatera Utara, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara.

Dari kesembilan provinsi itu, Riau termasuk provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi sehingga perlu dilakukan pengawasan serius terhadap 15 perusahaan yang area pengelolaannya kerap menunjukkan kebakaran serius.

“Kami punya informasi karhutla monitoring sistem yang berguna untuk membuat rencana aksi perbaikan pencegahan. Berdasarkan audit itu pengawasan karhutla sangat sedikit, sekitar nol persen. Ini perlu program perbaikan,” ujar Heru di kantornya, Jakarta, Kamis (15/1).

Heru mengaku tidak memiliki data pasti kerugian yang diderita akibat karhutla selama periode tahun lalu. Dia menilai hal yang penting dilakukan adalah melakukan pencegahan, proses persuasi dan pembinaan yang terpadu dengan instansi dan pemerintah daerah setempat.

Pasalnya, sekitar 80 persen faktor penyebab kebakaran hutan adalah perilaku manusia, misalnya melakukan pembakaran hutan untuk membuka lahan perkebunan. Sedangkan faktor alam hanya sekitar 20 persen, seperti tersambar petir atau karena api yang tersimpan di dalam lahan gambut menyala kembali.

“Pencegahannya manusia diyakinkan tidak main api. Lalu melalui data-data di karhutla monitoring sistem. Bisa Noah, Aquatera, Modis, saya juga punya global forest watch fire. Kami bisa langsung kasih data ke provinsi supaya melakukan pemadaman atau pencegahan kebakaran,” jelas Heru.

Heru menambahkan kasus kebakaran hutan hebat terakhir terjadi di Riau pada Oktober tahun lalu, yang dampaknya terasa hingga ke Singapura dan Malayasia, sehingga membuat Presiden Joko Widodo mengunjungi lokasi kebakaran. 

Oleh karena itu, pemerintah juga membangun task force untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang lahannya terdapat titik api karhutla.

Pada saat ini, katanya, pengawasan dilakukan setiap satu bulan jika ada laporan kebakaran. Metode ini dinilai sudah menuai hasil positif sehingga semua perusahaan diharapkan bisa meningkatkan kemampuannya untuk mencegah terjadinya karhutla.

“Jadi sekarang sudah mulai kelihatan, sudah mulai training, kerja sama dengan desa danprogres-nya bagus tapi ini musti dimonitoring terus. Kalau tidak ada perkembangan kami akan cabut izin mereka” tandasnya.

Banner Air Maaqo

No comments:

Post a Comment