Solusi Imbas Monopoli Kenaikan Harga BBM Merata Pada Seluruh RI.
CNG.online - Presiden Joko Widodo resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi seperti premium dan solar masing-masing sebesar Rp 2.000. Guna
mencegah adanya imbas monopoli atas naiknya harga BBM sejumlah langkah pun
ditawarkan dan bisa diambil oleh duet Jokowi-JK.
Salah
satunya adalah mengeluarkan kebijakan politik untuk menurunkan harga pangan.
"Berikan
support dana bagi hulu ke hilir mereka yang bergerak dalam penyediaan pangan
rakyat, seperti bantuan bagi kendaraan pengangkut pangan. Kebijakan politik
harga ini dibarengi dengan pemberantasan mafia pangan," kata Anggota DPR
RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, Selasa(18/11/2014).
Menurut
Rieke, perlu juga adanya kebijakan politik industri dan perdagangan. Perlu
kiranya segera dikeluarkan kebijakan untuk melindungi industri nasional,
khususnya yang padat karya seperti tekstil, garmen, dan sepatu, yang komponen
produksinya terbesar adalah energi dan upah.
"Jangan
sampai solusi efisiensi adalah PHK karyawan. Mohon segera ada kebijakan seperti
insentif pajak impor bahan baku, dan lain-lain. Kebijakan politik ini harus
disertai dengan pemberantasan mafia dalam jalur industri, seperti mafia
perizinan dan praktik pungli di semua lini," ujarnya.
Selanjutnya,
kata Rieke adalah kebijakan politik upah, dimana puluhan juta rumah tangga
pekerja yang tidak termasuk dalam kategori Rumah Tangga Tak Mampu memerlukan
itikad politik pemerintah. Menurutnya, pemerintah harus berani untuk tidak
melanjutkan 'politik upah murah' peninggalan pemerintah lalu.
"Mereka
juga membutuhkan tambahan penghasilan untuk mensiasati membengkaknya ongkos
hidup sebagai dampak kenaikan BBM," ujarnya.
Saat ini
proses pembahasan kenaikan upah sedang dibahas di Dewan Pengupahan di kota atau
kabupaten di seluruh Indonesia yang paling lambat harus ditetapkan oleh
Gubernur pada 21 November 2014.
"Memohon
agar pemerintah pusat ikut mendorong lahirnya upah layak bagi pekerja, salah
satunya dengan mencabut ketentuan pada Inpres Nomor 9 tahun 2013 terkait upah
minimum didasarkan pada pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Kata Rieke,
rata-rata pertumbuhan ekonomi adalah 5,1% - 5,3% pada kuartal I tahun 2014.
Karenanya, jangan sampai persentase kenaikan upah dipaksakan sama dengan
persentase pertumbuhan ekonomi itu. Artinya, kenaikan BBM Rp2000 perliter atau
naik sekitar 30% juga menjadi acuan.
"Kenaikan
upah harus berdasarkan survey pasar terhadap kebutuhan pokok dan komponen hidup
layak yang juga terimbas kenaikan BBM," ujarnya.
Langkah
Keempat, pengalihan dana subsdi BBM kepada program lain kiranya harus diawasi
semua pihak agar tidak menjadi 'bancakan pemburu rente'.
"Tidak
boleh terulang lagi pengurangan subsidi BBM dan kompensasi kenaikan BBM justru
berarti meningkatnya jumlah rakyat miskin seperti yang terjadi pada tahun 2005
dan 2008," kata dia.
Mantan
anggota Komisi IX DPR ini menjelaskan bahwa realokasi subsidi BBM menimbulkan
efek domino kenaikan harga jual BBM ke rakyat, menaikkan ongkos transportasi,
dan kenaikan harga kebutuhan pokok. BI mengatakan kenaikan Rp 1.000 per liter
akan menyebabkan inflasi 1,2 persen. Ini berarti kenaikan bensin yang Rp 2.000
per liter menyebabkan inflasi naik 2,4 persen.
"Dengan
inflasi 2,4 persen, artinya keluarga yang punya kebutuhan Rp 100.000 per bulan
harus ada tambahan agar menjadi Rp 200.000 per bulan," kata Rieke.
Beban itu
masih bertambah. Sebab menurut data BPS, 2,4 persen adalah inflasi langsung.
Ada juga efek inflasi tidak langsung sebesar 1 persen sampai 1,2 persen.
Artinya, potensi total inflasi bisa mencapai 4,8 persen yang berarti kebutuhan
Rp 100.000 per bulan sebelum kenaikan BBM menjadi Rp 300.000 ketika BBM naik.
Sementara
pemerintah menyiapkan tambahan penghasilan Rp 200.000 per bulan lewat Kartu
Keluarga Sejahtera (KKS) untuk 15,5 juta Rumah Tangga Miskin (RTM). Masalahnya,
kata Rieke, masih ada jutaan rakyat lain yang terkena dampak yang juga
membutuhkan uluran tangan kebijakan pemerintah yang tidak termasuk kelompok
RTM.
Mengambil
contoh data Satkernas BPS 2013, ada pekerja formal sebanyak 46,6 juta orang dan
pekerja informal sebanyak 67,5 juta. Baginya, Pemerintah tidak hanya
bertanggung jawab memberikan solusi bagi 15,5 juta.
No comments:
Post a Comment