CNG.online: - Agama Hindu tidak memiliki seorang
pendiri dan tidak berpedoman pada satu kitab suci. Meskipun demikian, ada keyakinan yang kerap dijumpai
dalam berbagai tradisi Hindu. Perihal yang umum dijumpai dalam berbagai
keyakinan masyarakat Hindu—namun tidak untuk terbatas pada beberapa hal
tersebut—meliputi kepercayaan akan zat Yang Mahakuasa (dapat disebut sebagai Iswara, Awatara, Dewata, Batara, dan lain-lain), darma (etika/kewajiban), samsara (siklus kelahiran, kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali yang
berulang-ulang), karma (sebab dan akibat), moksa (kebebasan dari samsara), dan berbagai yoga (jalan atau praktik spiritual).
Agama Hindu merupakan sistem kepercayaan yang kaya, mencakup keyakinan yang
bersifat monoteisme, politeisme, panenteisme, panteisme, monisme,
dan ateisme. Konsep ketuhanannya bersifat kompleks dan bergantung
pada nurani setiap umatnya atau pada tradisi dan filsafat yang
diikuti. Kadangkala agama Hindu dikatakan
bersifat henoteisme (melakukan pemujaan terhadap satuTuhan, sekaligus
mengakui keberadaan para dewa), namun istilah-istilah demikian hanyalah
suatu generalisasi berlebihan.
Mazhab Wedanta dan Nyaya menyatakan
bahwa karma itu sendiri telah membuktikan keberadaan
Tuhan. Nyaya merupakan suatu perguruan logika, sehingga menarik
kesimpulan "logis" bahwa [keberadaan] alam semesta hanyalah suatu
"akibat", maka pasti ada suatu "penyebab" di balik
semuanya.
Agama Hindu mengandung suatu konsep filosofis yang
disebut Brahman, yang
sering didefinisikan sebagai kenyataan sejati, esensi bagi segala hal, atau
sukma alam semesta yang menjadi asal usul serta sandaran bagi segala
sesuatu dan fenomena. Tetapi, umat Hindu tidak menyembah Brahman secara
harfiah. Pada zaman Brahmanisme, Brahman adalah istilah yang disematkan
bagi suatu kekuatan yang membuat yadnya (upacara) menjadi efektif,
yaitu kekuatan spiritual dari ucapan-ucapan suci yang dirapalkan para
ahli Weda, sehingga mereka disebut brahmana.
Kadangkala,
Brahman dipandang sebagai Yang Mahamutlak atau Mahakuasa, atau asas ilahi bagi
segala materi, energi, waktu, ruang, benda, dan
sesuatu di dalam atau di luar alam semesta. Sebagai hasil dari
berbagai kontemplasi tentang Brahman, maka Ia dapat dipandang sebagai
Tuhan dengan atribut (Saguna-brahman), Tuhan tanpa atribut (Nirguna-brahman),
dan/atau Tuhan Mahakuasa (Parabrahman), tergantung mazhab dan aliran.
Mazhab dan aliran Hindu-dualistis—seperti Dwaita dan
tradisi Bhakti—menyembah Tuhan yang berkepribadian
(memiliki guna atau "atribut ketuhanan", yaitu
supremasi dari sifat-sifat baik manusia seperti Maha-penyayang, Maha-pemurah,
Maha-pelindung, dan sebagainya), sehingga mereka memujanya dengan
nama Wisnu, Siwa, Dewi, Dewata, Batara, dan lain-lain,
tergantung aliran masing-masing.
Dalam
tradisi Hindu pada umumnya, Tuhan yang dipandang sebagai zat mahakuasa dengan
supremasi dari sifat baik manusia—daripada dianggap sebagai asas semesta yang
tak terbatas—disebut Iswara, Bhagawan, atau Parameswara. Meski
demikian, ada beragam penafsiran tentang Iswara, mulai dari keyakinan bahwa
Iswara sesungguhnya tiada—sebagaimana ajaran Mimamsa—sampai pengertian
bahwa Brahman dan Iswara sesungguhnya tunggal, sebagaimana yang diajarkan
mazhab Adwaita. Dalam banyak tradisi Waisnawa, Ia disebut Wisnu,
sedangkan kitab Waisnawa menyebutnya sebagai Kresna, dan kadangkala
menyebutnya Swayam Bhagawan.
Sementara itu, dalam
aliran Sakta, Ia disebut Dewi atau Adiparasakti, sedangkan
dalam aliran Saiwa, Ia disebut Siwa.
Ajaran Smarta yang monistis memandang bahwa seluruh
nama-nama ilahi
seperti Wisnu, Siwa, Ganesa, Sakti, Surya,
dan Skanda sesungguhnya manifestasi dari Brahman yang
Maha Esa.
Mazhab Adwaita Wedanta menolak teisme dan dualisme dengan
menegaskan bahwa pada hakikatnya Brahman tidak memiliki bagian atau
atribut. Menurut mazhab ini, Tuhan yang berkepribadian atau menyandang
atribut tertentu adalah salah satu fenomena maya, atau kekuatan
ilusif Brahman.
Pada hakikatnya, Brahman tidak dapat
dikatakan memiliki sifat-sifat kemanusiaan seperti pelindung, penyayang,
perawat, pengasih, dan sebagainya. Menurut mazhab ini, pikiran manusia
yang terperangkap mayamenyebabkan Brahman terbayangkan sebagai
Tuhan dengan sifat atau atribut tertentu, yang dapat disebut sebagai Iswara, Bhagawan, Wisnu,
dan nama-nama lainnya.
Mazhab ini menegaskan bahwa tiada
larangan untuk membayangkan Tuhan dengan sifat-sifat tertentu, namun tujuan
hidup sejati adalah untuk merasakan bahwa "sesuatu yang nyata" dalam
tiap makhluk sesungguhnya tiada berbeda dengan Brahman. Mazhab Adwaita
dapat dikatakan sebagai monisme atau panteisme karena
meyakini bahwa alam semesta tidak sekadar berasal dari Brahman, namun pada "hakikatnya" sama
dengan Brahman.
Doktrin ateistis mendominasi
aliran Hindu seperti Samkhya dan Mimamsa. Dalam kitab Samkhyapravachana
Sutra dari aliran Samkhya dinyatakan bahwa keberadaan Tuhan
(Iswara) tidak dapat dibuktikan sehingga (keberadaan Tuhan) tidak dapat
diakui. Samkhya berpendapat bahwa Tuhan yang abadi tidak mungkin menjadi
sumber bagi dunia yang senantiasa berubah.
Dikatakan bahwa Tuhan merupakan gagasan
metafisik yang dibuat untuk suatu keadaan. Pendukung dari
aliran Mimamsa—yang berdasarkan pada ritual dan ortopraksi—menyatakan
bahwa tidak ada cukup bukti untuk membuktikan keberadaan Tuhan.
Aliran ini berpendapat bahwa kita tidak
perlu membuat postulat tentang suatu "pencipta dunia", sebagaimana
kita tidak perlu memikirkan siapa penulis Weda atau Tuhan apa
yang dibuatkan upacara. Mimamsa menganggap bahwa nama-nama Tuhan yang
tertulis dalam Weda sebenarnya tidak mengacu pada wujud apa
pun di dunia nyata, dan hanya untuk keperluan mantra belaka.
Atas pemahaman tersebut, mantra itulah yang sebenarnya merupakan "kekuatan
Tuhan", sehingga Tuhan tiada lain hanyalah kekuatan mantra belaka.
No comments:
Post a Comment