SEMBOYAN

SEMBOYAN

{ KEMANDIRIAN, PENGETAHUAN, KERJA KERAS, OPTIMISTIS, AKUNTABEL & PROFESIONAL }

Monday, 5 January 2015

Kebijakan Baru Berupa Penghapusan Subsidi dan Pemberlakuan Subsidi Tetap.

CNG.online:- Mengawali 2015, pemerintah memberi “hadiah” berupa penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Harga BBM bersubsidi jenis premium turun Rp 900 menjadi Rp 7.600 per liter dan jenis solar turun dari Rp 7.500 menjadi Rp 7.250 per liter.
Keputusan pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi hanya berselang satu setengah bulan dari kenaikan harga BBM pemerintah pada 18 November 2014. Langkah pemerintah tersebut menyusul tren penurunan harga minyak mentah dunia yang kini berkisar di level US$ 54 per barel, sehingga memungkinkan pemerintah menghapus subsidi premium di Jawa, Madura, dan Bali. Pada saat bersamaan, pemerintah menetapkan subsidi tetap untuk solar sebesar Rp 1.000 di seluruh Indonesia, dan subsidi tetap untuk premium sebesar Rp 1.000 per liter di luar wilayah Jawa, Madura, dan Bali.
Dengan kebijakan baru berupa penghapusan subsidi dan pemberlakuan subsidi tetap tersebut, pemerintah mampu menghemat anggaran subsidi BBM di APBN 2015 sebesar Rp 216 triliun, dari Rp 276 triliun menjadi Rp 60 triliun. Dengan demikian, anggaran yang semula dialokasikan untuk subsidi BBM bisa dialihkan untuk kegiatan produktif, terutama untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur.
Kebijakan pemerintah di sektor energi ini sangat strategis yang memberi ruang fiskal bagi pemerintah untuk mewujudkan semua sasaran pembangunan. Sejak lama, persoalan subsidi BBM selalu menjadi faktor yang menyandera pemerintah, sehingga alokasi APBN untuk sektor pembangunan dan kegiatan produktif lainnya menjadi sangat terbatas. Subsidi BBM selalu menjadi bom waktu bagi anggaran negara dan perekonomian nasional.
Bom waktu berupa subsidi BBM tersebut selama ini tak kunjung teratasi karena selama bertahun-tahun pemerintah gagal merealisasikan sejumlah rencana terkait energi nasional. Rencana dimaksud antara lain konversi dari BBM ke sumber energi baru dan terbarukan, konversi BBM ke gas, serta pembangunan sarana transportasi massal secara memadai untuk mengurangi mobilitas kendaraan pribadi.
Semua rencana tersebut, sejatinya sangat ideal. Sebab, hal itu sudah dilakukan di banyak negara, karena menyadari keterbatasan BBM sebagai sumber energi yang tak terbarukan, dan menghadapi fluktuasi harga di pasar internasional. Sayangnya, rencana-rencana itu hanya berhenti di atas kertas.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan kelas menengah yang memicu pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor, konsumsi BBM bersubsidi di dalam negeri terus meningkat. Alhasil, alokasi subsidi yang harus disiapkan APBN juga membengkak.
Di sisi lain, subsidi BBM selama puluhan tahun telanjur menjadi alat politik bagi penguasa, untuk mempertahankan dukungan masyarakat. Di tengah kesadaran bahwa subsidi BBM salah sasaran--karena 70 persen subsidi justru dinikmati kelompok masyarakat menengah ke atas--kalangan elite politik selalu menggunakan isu ini sebagai senjata untuk menyerang pemerintah. Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah tak kunjung berani menyelesaikan persoalan subsidi BBM agar tidak menjadi parasit bagi perekonomian.
Dengan mempertahankan subsidi BBM dalam jumlah besar, sama saja pemerintah memelihara parasit dalam APBN. Akibatnya, pemerintah tidak bisa memanfaatkan besarnya belanja dalam APBN secara optimal untuk program-program yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat. Program dimaksud seperti pembangunan infrastruktur perhubungan untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah sehingga memeratakan pusat pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah, pembangunan infrastruktur pertanian untuk mewujudkan kedaulatan pangan, dan program-program pemberdayaan masyarakat miskin dan prasejahtera.
Dengan kondisi tersebut pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) harus mampu membuktikan bahwa pilihan penghapusan subsidi merupakan pilihan yang rasional dan tepat. Caranya, dengan segera mewujudkan janji-janji kampanyenya, terutama yang berkaitan dengan penyediaan infrastruktur dasar dan kedaulatan pangan. Anggaran yang diperoleh dari penghematan subsidi BBM harus benar-benar tepat sasaran pada program-program yang telah dicanangkan.
Hanya dengan cara ini, masyarakat tidak akan resisten terhadap setiap pilihan kebijakan yang tidak populis. Sebaliknya, rakyat akan dengan suka rela mendukung setiap keputusan pemerintah. Dengan demikian, akan menghilangkan ruang manuver politik para elite, yang kerap memanfaatkan kebijakan yang tidak populis, untuk menekan pemerintah.

Persoalan subsidi BBM tidak bisa ditunda dan didiamkan begitu saja, karena pemerintah tidak berani mengambil risiko politik. Justru jika dibiarkan, pemerintah sengaja memasang bom waktu bagi perekonomian. Elite politik juga perlu menyadari dan memahami persoalan pelik subsidi BBM ini, dan tidak memanfaatkannya sebagai alat untuk menekan pemerintah. Bahwa subsidi BBM harus diselesaikan dengan pendekatan ekonomi, bukan politik. Justru tugas elite politik untuk turut meredam agar dampaknya dari kebijakan pengurangan subsidi BBM ini tidak melahirkan eskalasi politik yang tak terkendali. Jika tidak ada kebijakan revolutif, persoalan subsidi BBM akan selalu dihadapi siapa pun rezim yang berkuasa.

Banner Air Maaqo

No comments:

Post a Comment