Untuk keperluan kuliah, selain dari beasiswa juga dari angkut sayur.
CNG.online: - Suasana haru mewarnai keluarga Siti Afidah, seorang wisudawati terbaik Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Kamis 29 Januari 2015. Tanpa diduga, Afida didapuk menjadi wisudawati terbaik.
Hal itu dirasakan Baidhowi dan isterinya Aminah, warga Brangsong Kendal, Jawa Tengah. Pasangan suami isteri itu bahkan tidak mengetahui sebelumnya, jika Afida mendapatkan gelar wisudawati cum laude dengan Indek Prestasi Komulatif (IPK) 3,84.
Gadis kelahiran Kendal, 3 Mei 1992 itu bahkan harus menempuh gelar sarjananya dengan susah payah. Orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh tani penggarap yang tak bisa membiayai kuliah anaknya. Namun, kerja keras Afida berbuah saat ia mendapatkan beasiswa Bidik Misi di UIN Walisongo.
Mahasiswi Fakultas Syariah, Jurusan Hukum Ekonomi Islam itu menempuh perkuliahan selama 4,5 tahun. Tak hanya menyandang mahasiswi teladan, Afida kini juga sedang menyelesaikan program Tahfidzul Quran atau menghafal Alquran, di salah satu pondok pesantren di Semarang.
"Nggak nyangka jadi lulusan terbaik. Tanpa beasiswa pemerintah dan doa orangtua saya tidak bisa seperti ini," kata Afida saat berbincang di sela prosesi wisuda.
Perjuangan panjang
Perjuangan Afida menyelesaikan studi S1 cukup panjang. Keterbatasan keuangan bahkan mengharuskannya mencari tambahan penghasilan sendiri dengan mengajar anak-anak kecil di tempat dia tinggal.
"Kalau ke kampus biasa naik angkutan. Biasanya cari sambilan saat beasiswa yang turun sebesar Rp600 ribu per bulan sering telat. Kadang-kadang pas di rumah ikut ke sawah, ngangkutin sayur," kata gadis yang memiliki hobi baca buku keislaman itu.
Dia berharap paska menyelesaikan studi S1, dia bisa meneruskan program S2 di Juruhan Ekonomi Islam, yang merupakan jurusan favoritnya. Untuk selanjutnya bisa diterima kerja di kantor perbankan syariah. "Saya ingin berangkatkan haji kedua orangtua. Kalau bisa mau belikan lahan buat bapak biar bisa menggarap sawah sendiri," kata Afida.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penghasilan Rp35 ribu
Baidhowi, ayah Afida, mengaku sangat bersyukur putri pertamanya itu telah menyelesaikan studinya. Dia bahkan tak menyangka, Afida menjadi satu di antara 1.163 sarjana di UIN yang mendapatkan gelar terbaik.
"Kami tidak tahu kalau Fida jadi lulusan terbaik. Saat tadi dipanggil, kami kaget dan nrocos(menangis). Sebab Afida nggak bilang sebelumnya," ujar Baidhowi dengan logat Jawa.
Linang air mata pun tak terbendung saat Baidhowi dan Aminah isterinya bercerita panjang lebar mengenai pekerjaan sehari-harinya. Sebagai buruh tani yang tak memiliki lahan, dia tidak memiliki penghasilan tetap. Tentunya tak cukup untuk menyekolahkan Afida dan adiknya yang kini di berada di pesantren.
"Bertani padi dan palawija. Itu juga tanah orang seluas 2000 meter persegi. Sistemnya bagi hasil. Kalau dihitung sehari hanya dapat Rp35 ribu," ujar pria yang tinggal di rumah sederhana di RT 13 RW 05 Brangsong, Kendal itu.
Karena hasil menggarap tanah tetangganya dirasa tak cukup, lanjut Baidhowi, dirinya bahkan sering ke luar daerah untuk menawarkan jasa memanen lahan milik orang dengan sistem bagi hasil.
"Istilahnya derep di luar kota. Seperti Demak, Kudus, dan Pati, sampai Ngawi, " kata dia.
Hanya harapan tersisa dari Baidhowi untuk putrinya Afida. Harapan itu agar ilmu yang diperoleh putrinya dapat bermanfaat bagi sesama. "Sing disuwun enggih prestasi. Tapi diiringi dengan ibadah yang rajin. Semoga anak saya bisa bermanfaat bagi agama. Biar nasibnya tidak seperti kami," Ucap Baidhowi.
CNG.online: - Suasana haru mewarnai keluarga Siti Afidah, seorang wisudawati terbaik Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Kamis 29 Januari 2015. Tanpa diduga, Afida didapuk menjadi wisudawati terbaik.
Hal itu dirasakan Baidhowi dan isterinya Aminah, warga Brangsong Kendal, Jawa Tengah. Pasangan suami isteri itu bahkan tidak mengetahui sebelumnya, jika Afida mendapatkan gelar wisudawati cum laude dengan Indek Prestasi Komulatif (IPK) 3,84.
Gadis kelahiran Kendal, 3 Mei 1992 itu bahkan harus menempuh gelar sarjananya dengan susah payah. Orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh tani penggarap yang tak bisa membiayai kuliah anaknya. Namun, kerja keras Afida berbuah saat ia mendapatkan beasiswa Bidik Misi di UIN Walisongo.
Mahasiswi Fakultas Syariah, Jurusan Hukum Ekonomi Islam itu menempuh perkuliahan selama 4,5 tahun. Tak hanya menyandang mahasiswi teladan, Afida kini juga sedang menyelesaikan program Tahfidzul Quran atau menghafal Alquran, di salah satu pondok pesantren di Semarang.
"Nggak nyangka jadi lulusan terbaik. Tanpa beasiswa pemerintah dan doa orangtua saya tidak bisa seperti ini," kata Afida saat berbincang di sela prosesi wisuda.
Perjuangan panjang
Perjuangan Afida menyelesaikan studi S1 cukup panjang. Keterbatasan keuangan bahkan mengharuskannya mencari tambahan penghasilan sendiri dengan mengajar anak-anak kecil di tempat dia tinggal.
"Kalau ke kampus biasa naik angkutan. Biasanya cari sambilan saat beasiswa yang turun sebesar Rp600 ribu per bulan sering telat. Kadang-kadang pas di rumah ikut ke sawah, ngangkutin sayur," kata gadis yang memiliki hobi baca buku keislaman itu.
Dia berharap paska menyelesaikan studi S1, dia bisa meneruskan program S2 di Juruhan Ekonomi Islam, yang merupakan jurusan favoritnya. Untuk selanjutnya bisa diterima kerja di kantor perbankan syariah. "Saya ingin berangkatkan haji kedua orangtua. Kalau bisa mau belikan lahan buat bapak biar bisa menggarap sawah sendiri," kata Afida.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penghasilan Rp35 ribu
Baidhowi, ayah Afida, mengaku sangat bersyukur putri pertamanya itu telah menyelesaikan studinya. Dia bahkan tak menyangka, Afida menjadi satu di antara 1.163 sarjana di UIN yang mendapatkan gelar terbaik.
"Kami tidak tahu kalau Fida jadi lulusan terbaik. Saat tadi dipanggil, kami kaget dan nrocos(menangis). Sebab Afida nggak bilang sebelumnya," ujar Baidhowi dengan logat Jawa.
Linang air mata pun tak terbendung saat Baidhowi dan Aminah isterinya bercerita panjang lebar mengenai pekerjaan sehari-harinya. Sebagai buruh tani yang tak memiliki lahan, dia tidak memiliki penghasilan tetap. Tentunya tak cukup untuk menyekolahkan Afida dan adiknya yang kini di berada di pesantren.
"Bertani padi dan palawija. Itu juga tanah orang seluas 2000 meter persegi. Sistemnya bagi hasil. Kalau dihitung sehari hanya dapat Rp35 ribu," ujar pria yang tinggal di rumah sederhana di RT 13 RW 05 Brangsong, Kendal itu.
Karena hasil menggarap tanah tetangganya dirasa tak cukup, lanjut Baidhowi, dirinya bahkan sering ke luar daerah untuk menawarkan jasa memanen lahan milik orang dengan sistem bagi hasil.
"Istilahnya derep di luar kota. Seperti Demak, Kudus, dan Pati, sampai Ngawi, " kata dia.
Hanya harapan tersisa dari Baidhowi untuk putrinya Afida. Harapan itu agar ilmu yang diperoleh putrinya dapat bermanfaat bagi sesama. "Sing disuwun enggih prestasi. Tapi diiringi dengan ibadah yang rajin. Semoga anak saya bisa bermanfaat bagi agama. Biar nasibnya tidak seperti kami," Ucap Baidhowi.
No comments:
Post a Comment