CNG.online: - "Dengan kebijakan harga BBM yang sudah ditempuh oleh pemerintah (menurunkan harga BBM), memang kami confident (yakin) inflasi 2015 akan rendah dan akan terkendali. Bahkan beberapa perhitungan bisa turun menjadi sekitar empat persen," kata Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Sabtu.
Perry juga mengatakan bahwa Bank Indonesia akan menjalankan kebijakan stabilisasi untuk mengantisipasi tekanan internal maupun eksternal.
"Ada beberapa faktor bagaimana BI merumuskan kebijakan moneternya, antara lain suku bunga. Yang utama kita akan melihat perkembangan inflasinya, inflasi memang menurun tapi kita harus pastikan bahwa inflasi akan terus menurun dan masuk ke dalam sasaran kita," ujar Perry.
Perry menambahkan, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) perlu dipastikan tetap terkendali. BI akan mengumumkan defisit transaksi berjalan kuartal IV-2014 minggu depan.
"Untuk tahun 2014 CAD itu sekitar tiga persen dari PDB, tahun ini kita akan pastikan CAD itu juga akan tetap terkendali sekitar tiga persen dari PDB, karena dari sisi pmerintah akan banyak kenaikan impor terkait dengan pembangunan infrastruktur," kata Perry.
Selain itu, lanjut Perry, BI juga terus mencermati kebijakan normalisasi Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.
Ia mengatakan risiko-risiko keuangan global masih tinggi sehingga tetap perlu diantisipasi.
"Memang dari sisi moneter untuk jangka pendek ini kita masih memfokuskan pada stabilitas, meyakinkan inflasi turun, CAD terkendali dan juga antisipasi normalisasi The Fed," katanya.
"Nah, tapi kalau kebijakan makroprudensial, kan ada kebijakan moneter ada kebijakan makro , kebijakan makro sudah kita arahkan lebih akomodatif untuk mendorong kredit dan juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,".
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sementara Itu Perry Warjiyo mengatakan target pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan dalam RAPBN-Perubahan 2015 sebesar 5,7 persen bisa terpenuhi, namun pencapaiannya membutuhkan upaya ekstra dari pemerintah.
"Asumsi makro 5,7 persen merupakan angka ekstra effort, tapi cukup realistis karena berada pada perkiraan kami," kata Perry dalam rapat panitia kerja Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Rabu.
Perry menjelaskan angka pertumbuhan ekonomi pada 2015 diperkirakan mencapai 5,4 persen-5,8 persen, yang didukung oleh konsumsi rumah tangga serta konsumsi dan investasi pemerintah yang tumbuh lebih tinggi dari 2014.
"Ini sejalan dengan peningkatan stimulus fiskal untuk belanja produktif dan infrastruktur serta belanja barang atau belanja modal, setelah adanya realokasi belanja subsidi," ujarnya.
Selain itu, sektor ekspor diprediksi mulai memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, meskipun tidak terlalu besar, terutama ekspor dari industri manufaktur yang bisa memanfaatkan momentum perlemahan rupiah.
"Ekspor ada kecenderungan membaik, terutama dari ekspor manufaktur, tapi ekspor komoditas masih mendapat tantangan dari penurunan harga komoditas dunia," kata Perry.
Sebelumnya, pemerintah dan Komisi XI DPR RI sepakat untuk menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam draf RAPBN-Perubahan 2015 dari usulan sebelumnya sebesar 5,8 persen menjadi 5,7 persen, karena perekonomian global diperkirakan masih mengalami perlemahan.
Perkiraan angka 5,7 persen tersebut berasal dari proyeksi baseline 5,1 persen, ditambah 0,5 persen dari upaya ekstra pemerintah sepanjang tahun 2015 serta 0,1 persen dari potensi memanfaatkan momentum kebijakan Quantitative Easing di Eropa.
Upaya ekstra yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi berasal dari tambahan belanja infrastruktur Rp105 triliun dari realokasi belanja BBM, tambahan PMN untuk BUMN Rp77 triliun dan tambahan belanja barang untuk peningkatan program kesejahteraan sosial.
Selain itu, perekonomian nasional bisa tumbuh antara lain berasal dari sumbangan penyesuaian harga BBM yang bisa menurunkan impor migas, peningkatan investasi yang bisa meningkatkan impor barang modal serta dorongan kapasitas produksi Export.
Perry juga mengatakan bahwa Bank Indonesia akan menjalankan kebijakan stabilisasi untuk mengantisipasi tekanan internal maupun eksternal.
"Ada beberapa faktor bagaimana BI merumuskan kebijakan moneternya, antara lain suku bunga. Yang utama kita akan melihat perkembangan inflasinya, inflasi memang menurun tapi kita harus pastikan bahwa inflasi akan terus menurun dan masuk ke dalam sasaran kita," ujar Perry.
Perry menambahkan, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) perlu dipastikan tetap terkendali. BI akan mengumumkan defisit transaksi berjalan kuartal IV-2014 minggu depan.
"Untuk tahun 2014 CAD itu sekitar tiga persen dari PDB, tahun ini kita akan pastikan CAD itu juga akan tetap terkendali sekitar tiga persen dari PDB, karena dari sisi pmerintah akan banyak kenaikan impor terkait dengan pembangunan infrastruktur," kata Perry.
Selain itu, lanjut Perry, BI juga terus mencermati kebijakan normalisasi Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve.
Ia mengatakan risiko-risiko keuangan global masih tinggi sehingga tetap perlu diantisipasi.
"Memang dari sisi moneter untuk jangka pendek ini kita masih memfokuskan pada stabilitas, meyakinkan inflasi turun, CAD terkendali dan juga antisipasi normalisasi The Fed," katanya.
"Nah, tapi kalau kebijakan makroprudensial, kan ada kebijakan moneter ada kebijakan makro , kebijakan makro sudah kita arahkan lebih akomodatif untuk mendorong kredit dan juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,".
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sementara Itu Perry Warjiyo mengatakan target pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan dalam RAPBN-Perubahan 2015 sebesar 5,7 persen bisa terpenuhi, namun pencapaiannya membutuhkan upaya ekstra dari pemerintah.
"Asumsi makro 5,7 persen merupakan angka ekstra effort, tapi cukup realistis karena berada pada perkiraan kami," kata Perry dalam rapat panitia kerja Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Rabu.
Perry menjelaskan angka pertumbuhan ekonomi pada 2015 diperkirakan mencapai 5,4 persen-5,8 persen, yang didukung oleh konsumsi rumah tangga serta konsumsi dan investasi pemerintah yang tumbuh lebih tinggi dari 2014.
"Ini sejalan dengan peningkatan stimulus fiskal untuk belanja produktif dan infrastruktur serta belanja barang atau belanja modal, setelah adanya realokasi belanja subsidi," ujarnya.
Selain itu, sektor ekspor diprediksi mulai memberikan kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, meskipun tidak terlalu besar, terutama ekspor dari industri manufaktur yang bisa memanfaatkan momentum perlemahan rupiah.
"Ekspor ada kecenderungan membaik, terutama dari ekspor manufaktur, tapi ekspor komoditas masih mendapat tantangan dari penurunan harga komoditas dunia," kata Perry.
Sebelumnya, pemerintah dan Komisi XI DPR RI sepakat untuk menurunkan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam draf RAPBN-Perubahan 2015 dari usulan sebelumnya sebesar 5,8 persen menjadi 5,7 persen, karena perekonomian global diperkirakan masih mengalami perlemahan.
Perkiraan angka 5,7 persen tersebut berasal dari proyeksi baseline 5,1 persen, ditambah 0,5 persen dari upaya ekstra pemerintah sepanjang tahun 2015 serta 0,1 persen dari potensi memanfaatkan momentum kebijakan Quantitative Easing di Eropa.
Upaya ekstra yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi berasal dari tambahan belanja infrastruktur Rp105 triliun dari realokasi belanja BBM, tambahan PMN untuk BUMN Rp77 triliun dan tambahan belanja barang untuk peningkatan program kesejahteraan sosial.
Selain itu, perekonomian nasional bisa tumbuh antara lain berasal dari sumbangan penyesuaian harga BBM yang bisa menurunkan impor migas, peningkatan investasi yang bisa meningkatkan impor barang modal serta dorongan kapasitas produksi Export.
No comments:
Post a Comment