CNG.online: - Siapa sangka, penjual pakaian-pakaian bekas impor di Pasar Senen mampu meraup omzet yang cukup menggiurkan.
Jual beli pakaian bekas impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat, sudah ada sejak berpuluh tahun yang lalu. Berbagai jenis pakaian bekas dijual di sini, mulai dari baju, celana, jas, hingga pakaian dalam seperti bra dan celana dalam dari Korea Selatan dan Jepang.
Sekilas, pasar ini memang terkesan kumuh dan kotor. Ribuan baju bekas berwarna lusuh tergantung di sejumlah toko. Sebagian lagi, berserakan dan menumpuk. Tapi, jangan salah, praktik jual beli pakaian bekas impor di pasar ini tak ada matinya.
Berbincang dengan Marpaung, salah satu pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen, mengungkapkan, dalam sehari minimal omzet yang didapatkan mencapai Rp700 ribu, dengan keuntungan per bulan rata-rata Rp4 juta.
Marpaung mengaku, sangat bersyukur dengan adanya bisnis pakaian bekas impor. Meskipun, di sisi lain sebagian besar masyarakat menganggap pakaian bekas sebagai sampah.
"Ini bisa membuka lapangan kerja, kami punya beberapa karyawan. Dengan jualan ini keluarga kami bisa makan, bahkan anak-anak sampai kuliah,"
Dilarang, Baju Bekas Justru Makin Laris
Omzet pedagang dari biasanya Rp3 juta kini jadi Rp5 juta sehari.
Kebijakan pemerintah untuk melarang impor pakaian bekas, justru memicu makin populernya produk tersebut. Masyarakat pun berburu pakaian yang rata-rata bermerek ini di pasaran.
Fakih (45 tahun) salah seorang pedagang pakaian bekas di kawasan Pasar Gembong, Surabaya, mengaku usai beredarnya kabar larangan tersebut, penjualannya malah meningkat drastis. Jika selama ini rata-rata pendapatannya berkisar Rp3 juta sehari, justru kini mencapai Rp5 juta sehari.
"Dalam waktu cuma dua jam saja, bisa sampai Rp5 juta penghasilan saya. Biasanya minim sehari dapat Rp3 juta," ujar Fakih, Jumat 6 Februari 2015.
Pedagang yang telah berprofesi selama 30 tahun ini, mengaku keberatan jika memang nantinya impor pakaian bekas tersebut dilarang. Isu mengenai banyaknya penyakit di pakaian tersebut, dinilai Fakih juga tak beralasan. Sebab, selama ini belum pernah ada komplain dari konsumennya.
”Pelanggan saya sampai saat ini tetap baik- baik saja. Mereka tetap ambil baju dari kami dan tidak ada yang tertular penyakit,” ujar pria yang mengaku memiliki pelanggan hingga ke luar kota seperti Lamongan, Sidoarjo dan Pamekasan tersebut.
Pakaian Dalam Wanita Bekas Impor Ternyata Jadi Buruan
"Kalau biasanya harganya Rp200 ribu, di sini cuma Rp15 ribu."
Pantauan di sejumlah pedagang pasar barang impor di beberapa titik kota Lumpia, baju-baju bekas impor masih diserbu pembeli. Mayoritas di antara mereka adalah kaum perempuan. Baik mahasiswi, para pekerja kantor, atau siswi SMA. Mereka bahkan kerap memburu jenis pakaian dalam impor dengan merek-merek ternama.
Salah satu contohnya, sebuah lapak pakaian bekas di Jalan Abdurahman Saleh, Kota Semarang. Tiap hari pedagang mampu meraup untung banyak dari penjualan pakaian dalam bekas berbagai merek ini. Uniknya, semua produk pakaian dalam bekasnya berasal dari dua negara, yakni Korea dan Jepang.
Fenomena memburu pakaian dalam bekas impor ini banyak diakui oleh kalangan anak muda. Khususnya, pakaian dalam bekas berbagai jenis asal Jepang dan Korea yang memiliki design dan kualitas bagus.
"Asyiknya nyari pakaian di sini itu lengkap. Pakaian dalam seperti tank topaja ada. Dan banyak dicari para wanita," kata Evi (25), salah satu pembeli.
Diakuinya, membeli pakaian bekas memang seperti berburu tikus dalam karung. Tapi, jika beruntung, pembeli akan mendapatkan jenis pakaian dengan kualitas bagus dan harga yang sangat miring.
"Kalau teliti, kami bisa dapat barang original lho. Seperti merek Converse, Adidas dan lain-lain. Kalau biasanya harganya Rp200 ribu, di sini cuma Rp15 ribu," ujar mahasiswi di salah satu universitas swasta di Kota Semarang.
Menanggapi imbauan pemerintah terkait larangan membeli barang bekas impor karena berbagai bakteri melekat dalam pakaian, Evi dan sejumlah temannya bahkan menanggapi santai.
"Iya, tahu kabar itu. Tapi kami sudah biasa, kalau barang seperti ini kan harus dicuci dan direbus pakai air panas. Jadi, itu bisa membunuh bakteri, baru kami pakai," ujar Evi.
Selama menjadi konsumen pakaian bekas impor, lanjut Evi, dia dan teman-teman lainnya, bahkan tidak pernah menemukan adanya kendala seperti penularan penyakit yang disebabkan pakaian. Terlebih, pakaian jenis ini sangat akrab dengan kantong mahasiswa yang ekonomis dan tentu layak dipakai. "Jadi nggak begitu takut. Teman-teman belum pernah ada yang punya pengalaman penyakit ini itu,"
Pengimpor Pakaian Bekas Bisa Dipidana Lima Tahun
Sesuai undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Pedagang pakaian bekas impor kini harus berpikir ulang. Sebab, bagi pengimpor barang bekas bisa terkena pidana sesuai Undang-undang Perdagangan.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Jawa Timur, Warno Harisasono mengimbau kepada pengimpor barang bekas, khususnya pakaian agar berhenti. Sebab, sesuai undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pengimpor bisa dipidana paling lama lima tahun penjara.
"Sudah jelas tertuang dalam undang-undang bahwa pengimpor barang tidak baru bisa dipidana penjara," ujar Kepala Disperindag Jatim Warno Harisasono di Surabaya, Kamis 5 Februari 2015.
Dia menjelaskan, sesuai Pasal 47 UU 7/2014 ayat (1) tertulis bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Kemudian pada Pasal 111 dalam undang-undang yang sama ditulis bahwa setiap importir yang mengimpor barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Dengan diberlakukannya peraturan tersebut, kata Harisasono, otomatis mendukung ekspor produk nonmigas, agar ke depan bisa meningkat, setidaknya bisa mencapai tiga kali lipat.
"Logikanya, agar ekspor nonmigas meningkat, produksi harus meningkat. Supaya laku di luar negeri, industri harus tumbuh, yang berarti ada investasi. Upaya ini harus diimbangi dengan regulasi barang-barang impor," jelasnya.
Sebagai bentuk penegakan undang-undang, pihaknya telah menggelar razia di sejumlah pasar di Surabaya, seperti Darmo Trade Center (DTC) di Jalan Wonokromo dan Royal Plaza di Jalan Ahmad Yani.
"Hasilnya ditemukan banyak pakaian bekas yang diperjual belikan umum dengan harga murah, mulai Rp5-10 ribu," kata mantan Kepala Badan Penanaman Modal (BPM) Jatim ini.
Namun sayang, dalam razia tersebut, pihaknya belum memberikan sanksi tegas kepada para pedagang, karena lebih fokus menyasar ke pengimpor yang juga merupakan pemasok pakaian bekas.
"Kami kesulitan menemukan pengimpor, sebab pedagang baru bekerja dan mengaku tidak mengenali pengimpornya," tutur Harisasono.
Kendati demikian, kata Hari, dalam undang-undang yang merupakan penguatan dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/10/2009 tertanggal 9 Oktober 2014 tersebut dijelaskan bahwa ada dalam hal tertentu mengimpor barang bekas.
Dalam Pasal 47 ayat (2) dijelaskan dalam hal tertentu menteri dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru. Kemudian, dijelaskan lagi di ayat (3), yang bunyinya masing-masing bahwa penetapan sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal tersebut dikuatkan lagi di ayat (4), yakni ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
"Artinya, ada dalam hal tertentu barang tidak baru yang diimpor. Tapi itu tadi, syaratnya harus sesuai persetujuan menteri dan mengikuti mekanisme yang ditetapkan".www.antaranews.com
Sekilas, pasar ini memang terkesan kumuh dan kotor. Ribuan baju bekas berwarna lusuh tergantung di sejumlah toko. Sebagian lagi, berserakan dan menumpuk. Tapi, jangan salah, praktik jual beli pakaian bekas impor di pasar ini tak ada matinya.
Berbincang dengan Marpaung, salah satu pedagang pakaian bekas impor di Pasar Senen, mengungkapkan, dalam sehari minimal omzet yang didapatkan mencapai Rp700 ribu, dengan keuntungan per bulan rata-rata Rp4 juta.
Marpaung mengaku, sangat bersyukur dengan adanya bisnis pakaian bekas impor. Meskipun, di sisi lain sebagian besar masyarakat menganggap pakaian bekas sebagai sampah.
"Ini bisa membuka lapangan kerja, kami punya beberapa karyawan. Dengan jualan ini keluarga kami bisa makan, bahkan anak-anak sampai kuliah,"
Dilarang, Baju Bekas Justru Makin Laris
Omzet pedagang dari biasanya Rp3 juta kini jadi Rp5 juta sehari.
Kebijakan pemerintah untuk melarang impor pakaian bekas, justru memicu makin populernya produk tersebut. Masyarakat pun berburu pakaian yang rata-rata bermerek ini di pasaran.
Fakih (45 tahun) salah seorang pedagang pakaian bekas di kawasan Pasar Gembong, Surabaya, mengaku usai beredarnya kabar larangan tersebut, penjualannya malah meningkat drastis. Jika selama ini rata-rata pendapatannya berkisar Rp3 juta sehari, justru kini mencapai Rp5 juta sehari.
"Dalam waktu cuma dua jam saja, bisa sampai Rp5 juta penghasilan saya. Biasanya minim sehari dapat Rp3 juta," ujar Fakih, Jumat 6 Februari 2015.
Pedagang yang telah berprofesi selama 30 tahun ini, mengaku keberatan jika memang nantinya impor pakaian bekas tersebut dilarang. Isu mengenai banyaknya penyakit di pakaian tersebut, dinilai Fakih juga tak beralasan. Sebab, selama ini belum pernah ada komplain dari konsumennya.
”Pelanggan saya sampai saat ini tetap baik- baik saja. Mereka tetap ambil baju dari kami dan tidak ada yang tertular penyakit,” ujar pria yang mengaku memiliki pelanggan hingga ke luar kota seperti Lamongan, Sidoarjo dan Pamekasan tersebut.
Pakaian Dalam Wanita Bekas Impor Ternyata Jadi Buruan
"Kalau biasanya harganya Rp200 ribu, di sini cuma Rp15 ribu."
Pantauan di sejumlah pedagang pasar barang impor di beberapa titik kota Lumpia, baju-baju bekas impor masih diserbu pembeli. Mayoritas di antara mereka adalah kaum perempuan. Baik mahasiswi, para pekerja kantor, atau siswi SMA. Mereka bahkan kerap memburu jenis pakaian dalam impor dengan merek-merek ternama.
Fenomena memburu pakaian dalam bekas impor ini banyak diakui oleh kalangan anak muda. Khususnya, pakaian dalam bekas berbagai jenis asal Jepang dan Korea yang memiliki design dan kualitas bagus.
"Asyiknya nyari pakaian di sini itu lengkap. Pakaian dalam seperti tank topaja ada. Dan banyak dicari para wanita," kata Evi (25), salah satu pembeli.
Diakuinya, membeli pakaian bekas memang seperti berburu tikus dalam karung. Tapi, jika beruntung, pembeli akan mendapatkan jenis pakaian dengan kualitas bagus dan harga yang sangat miring.
"Kalau teliti, kami bisa dapat barang original lho. Seperti merek Converse, Adidas dan lain-lain. Kalau biasanya harganya Rp200 ribu, di sini cuma Rp15 ribu," ujar mahasiswi di salah satu universitas swasta di Kota Semarang.
Menanggapi imbauan pemerintah terkait larangan membeli barang bekas impor karena berbagai bakteri melekat dalam pakaian, Evi dan sejumlah temannya bahkan menanggapi santai.
"Iya, tahu kabar itu. Tapi kami sudah biasa, kalau barang seperti ini kan harus dicuci dan direbus pakai air panas. Jadi, itu bisa membunuh bakteri, baru kami pakai," ujar Evi.
Selama menjadi konsumen pakaian bekas impor, lanjut Evi, dia dan teman-teman lainnya, bahkan tidak pernah menemukan adanya kendala seperti penularan penyakit yang disebabkan pakaian. Terlebih, pakaian jenis ini sangat akrab dengan kantong mahasiswa yang ekonomis dan tentu layak dipakai. "Jadi nggak begitu takut. Teman-teman belum pernah ada yang punya pengalaman penyakit ini itu,"
Pengimpor Pakaian Bekas Bisa Dipidana Lima Tahun
Sesuai undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Pedagang pakaian bekas impor kini harus berpikir ulang. Sebab, bagi pengimpor barang bekas bisa terkena pidana sesuai Undang-undang Perdagangan.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Jawa Timur, Warno Harisasono mengimbau kepada pengimpor barang bekas, khususnya pakaian agar berhenti. Sebab, sesuai undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pengimpor bisa dipidana paling lama lima tahun penjara.
"Sudah jelas tertuang dalam undang-undang bahwa pengimpor barang tidak baru bisa dipidana penjara," ujar Kepala Disperindag Jatim Warno Harisasono di Surabaya, Kamis 5 Februari 2015.
Dia menjelaskan, sesuai Pasal 47 UU 7/2014 ayat (1) tertulis bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Kemudian pada Pasal 111 dalam undang-undang yang sama ditulis bahwa setiap importir yang mengimpor barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.
Dengan diberlakukannya peraturan tersebut, kata Harisasono, otomatis mendukung ekspor produk nonmigas, agar ke depan bisa meningkat, setidaknya bisa mencapai tiga kali lipat.
"Logikanya, agar ekspor nonmigas meningkat, produksi harus meningkat. Supaya laku di luar negeri, industri harus tumbuh, yang berarti ada investasi. Upaya ini harus diimbangi dengan regulasi barang-barang impor," jelasnya.
Sebagai bentuk penegakan undang-undang, pihaknya telah menggelar razia di sejumlah pasar di Surabaya, seperti Darmo Trade Center (DTC) di Jalan Wonokromo dan Royal Plaza di Jalan Ahmad Yani.
"Hasilnya ditemukan banyak pakaian bekas yang diperjual belikan umum dengan harga murah, mulai Rp5-10 ribu," kata mantan Kepala Badan Penanaman Modal (BPM) Jatim ini.
Namun sayang, dalam razia tersebut, pihaknya belum memberikan sanksi tegas kepada para pedagang, karena lebih fokus menyasar ke pengimpor yang juga merupakan pemasok pakaian bekas.
"Kami kesulitan menemukan pengimpor, sebab pedagang baru bekerja dan mengaku tidak mengenali pengimpornya," tutur Harisasono.
Kendati demikian, kata Hari, dalam undang-undang yang merupakan penguatan dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-DAG/PER/10/2009 tertanggal 9 Oktober 2014 tersebut dijelaskan bahwa ada dalam hal tertentu mengimpor barang bekas.
Dalam Pasal 47 ayat (2) dijelaskan dalam hal tertentu menteri dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru. Kemudian, dijelaskan lagi di ayat (3), yang bunyinya masing-masing bahwa penetapan sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal tersebut dikuatkan lagi di ayat (4), yakni ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri.
"Artinya, ada dalam hal tertentu barang tidak baru yang diimpor. Tapi itu tadi, syaratnya harus sesuai persetujuan menteri dan mengikuti mekanisme yang ditetapkan".www.antaranews.com
No comments:
Post a Comment