CNG.online: - Jakarta Keterlibatan DPR dalam pengangkatan kapolri dan panglima TNI digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka yang menggugat adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Denny Indrayana, Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Hifdzil Alim dan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Kita hanya menginginkan kembali sistem tata negara kita yang menerapkan sistem presidensial, termasuk pengangkatan kapolri dan panglima TNI. Presiden punya hak prerogatif dalam pengangkatan kapolri dan panglima TNI tanpa harus melalui pelibatan DPR," ujar kuasa hukum pemohon Heru Widodo di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (5/2).
Dalam ringkasan permohonan, para pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena terpasung hak prerogatif presiden yang tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945. Selain itu, perjuangan serta kerja yang dilakukan para pemohon selama ini dalam agenda pemberantasan korupsi terancam khususnya dalam pengangkatan calon kapolri yang berstatus tersangka kasus korupsi.
Para pemohon merasa saat ini, presiden belum bisa mendapatkan hak prerogatifnya secara mutlak. Padahal, sudah seharusnya Presiden punya hak prerogatif secara penuh untuk mengangkat personel pemerintahannya, tanpa melibatkan persetujuan DPR. Begitu juga dalam pemilihan, pengangkatan dan pencopotan kapolri dan panglima TNI, pesiden punya hak prerogatif. "Jika tidak demikian, akan bertentangan dengan sistem presidensial sesuai yang diatur secara tegas dalam UU 1945," tandas Widodo.
Widodo juga mengungkapkan bahwa pembatasan hak prerogatif Presiden hanya diatur dalam UUD 1945, seperti pengangkatan duta dengan memperhatikan pertimbangan DPR. "Pembatasan di luar itu, harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945," jelasnya.
Para pemohonon menilai Pasal 11 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 13 Ayat (2), (5), (6), (7), (8), (9) UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang menyatakan keterlibatan DPR dalam pengangkatan kapolri dan panglima TNI bertentang dengan UUD 1945 Pasal 4 Ayat (1).
MK menggelarkan sidang pengujian terhadap UU Kepolisian dan UU TNI dengan agenda pemeriksaan pendahuluan pada Kamis (5/2). Permohonan pemohon telah teregistrasi dengan nomor perkara 22/PUU-XIII/2015.
Mereka yang menggugat adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Denny Indrayana, Peneliti Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Hifdzil Alim dan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Kita hanya menginginkan kembali sistem tata negara kita yang menerapkan sistem presidensial, termasuk pengangkatan kapolri dan panglima TNI. Presiden punya hak prerogatif dalam pengangkatan kapolri dan panglima TNI tanpa harus melalui pelibatan DPR," ujar kuasa hukum pemohon Heru Widodo di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (5/2).
Dalam ringkasan permohonan, para pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena terpasung hak prerogatif presiden yang tidak sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial berdasarkan UUD 1945. Selain itu, perjuangan serta kerja yang dilakukan para pemohon selama ini dalam agenda pemberantasan korupsi terancam khususnya dalam pengangkatan calon kapolri yang berstatus tersangka kasus korupsi.
Para pemohon merasa saat ini, presiden belum bisa mendapatkan hak prerogatifnya secara mutlak. Padahal, sudah seharusnya Presiden punya hak prerogatif secara penuh untuk mengangkat personel pemerintahannya, tanpa melibatkan persetujuan DPR. Begitu juga dalam pemilihan, pengangkatan dan pencopotan kapolri dan panglima TNI, pesiden punya hak prerogatif. "Jika tidak demikian, akan bertentangan dengan sistem presidensial sesuai yang diatur secara tegas dalam UU 1945," tandas Widodo.
Widodo juga mengungkapkan bahwa pembatasan hak prerogatif Presiden hanya diatur dalam UUD 1945, seperti pengangkatan duta dengan memperhatikan pertimbangan DPR. "Pembatasan di luar itu, harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945," jelasnya.
Para pemohonon menilai Pasal 11 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 13 Ayat (2), (5), (6), (7), (8), (9) UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia yang menyatakan keterlibatan DPR dalam pengangkatan kapolri dan panglima TNI bertentang dengan UUD 1945 Pasal 4 Ayat (1).
MK menggelarkan sidang pengujian terhadap UU Kepolisian dan UU TNI dengan agenda pemeriksaan pendahuluan pada Kamis (5/2). Permohonan pemohon telah teregistrasi dengan nomor perkara 22/PUU-XIII/2015.
No comments:
Post a Comment