CNG.online: - Pajak merupakan instrumen pemerataan distribusi pendapatan dan ekonomi. Wajib pajak dianggap sebagai orang berpunya yang harus membagi kekayaannya buat rakyat.
Pajak yang dipungut dari wajib pajak dipakai negara untuk membiayai pembangunan buat rakyat. Lewat pembangunan itulah diharapkan terjadi distribusi pendapatan dan ekonomi. Bahkan, pembangunan bukan cuma buat rakyat, tetapi juga kembali ke wajib pajak sendiri.
Dari situ, pajak sesungguhnya berperan amat penting dalam meminimalisasi kesenjangan ekonomi. Bagi kita, pajak menjadi instrumen penting mengurangi liang kesenjangan ekonomi karena kesenjangan ekonomi di negara ini sudah pada taraf lampu kuning.
Target penerimaan pajak tahun ini Rp1.484,6 triliun, naik 20% jika dibandingkan dengan target tahun lalu. Untuk mencapainya, pemerintah harus bekerja lebih keras dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Tahun lalu, target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar Rp1.246 triliun. Namun, dari target yang sudah sangat fantastis tersebut realisasinya hanya mencapai Rp1.143 triliun atau sekitar 91,75%.
Bahkan ada yang menyebut realisasi penerimaan tersebut merupakan yang terendah dalam kurun 25 tahun terakhir.
Pasalnya, dalam 10 tahun terakhir, target penerimaan perpajakan kita tak pernah tercapai. Padahal, potensi penerimaan perpajakan kita sekitar Rp1.600 triliun.
Menggenjot penerimaan pajak menjadi instrumen penting agar pembangunan tetap terbiayai secara memadai di tengah bakal berkurangnya pendapatan negara dari bahan bakar minyak akibat jatuhnya harga minyak dunia.
Dalam konteks memeratakan distribusi ekonomi melalui pembangunan, kita semestinya mendukung ikhtiar keras pemerintah menghimpun pajak. Pemerintah, misalnya, mulai memperluas pengenaan pajak pada sejumlah barang, antara lain tas dan sepatu mewah, emas dalam ukuran tertentu, serta rumah dan apartemen dalam harga tertentu.
Ikhtiar keras lainnya ialah menerapkan sandera badan pada para pengemplang pajak. Pekan lalu, Direktorat Jenderal Pajak menyandera badan seorang penunggak pajak dan menitipkannya di Lembaga Pemasyarakatan Salemba. Yang bersangkutan menunggak pajak selama lima tahun senilai Rp6 miliar.
Sandera badan merupakan bentuk penegakan hukum yang diharapkan dapat menggugah kesadaran pengusaha untuk tertib membayar pajak.
Namun, kita hendak mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam Ć¢€˜memaksaĆ¢€™ pengusaha membayar pajak. Bila berlebihan, orang enggan berusaha di Indonesia.
Penerapan pajak progresif menjadi solusinya. Insentif berupa kemudahan mengembangkan usaha bagi perusahaan yang patuh membayar pajak menjadi solusi lain.
Kita juga ingin mengingatkan bahwa idealnya kesadaran orang membayar pajak terbangun karena kepercayaan dan keyakinan pajak yang mereka setor ke negara betul-betul dipakai untuk pembangunan buat rakyat. Ini menjadi tugas mahaberat negara di tengah belum hapusnya ingatan kita terhadap kasus penilapan pajak oleh petugas pajak.
Orang bijak taat pajak. Pemerintah bijak taat menggunakan pajak untuk membiayai pembangunan demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pajak yang dipungut dari wajib pajak dipakai negara untuk membiayai pembangunan buat rakyat. Lewat pembangunan itulah diharapkan terjadi distribusi pendapatan dan ekonomi. Bahkan, pembangunan bukan cuma buat rakyat, tetapi juga kembali ke wajib pajak sendiri.
Dari situ, pajak sesungguhnya berperan amat penting dalam meminimalisasi kesenjangan ekonomi. Bagi kita, pajak menjadi instrumen penting mengurangi liang kesenjangan ekonomi karena kesenjangan ekonomi di negara ini sudah pada taraf lampu kuning.
Target penerimaan pajak tahun ini Rp1.484,6 triliun, naik 20% jika dibandingkan dengan target tahun lalu. Untuk mencapainya, pemerintah harus bekerja lebih keras dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Tahun lalu, target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 sebesar Rp1.246 triliun. Namun, dari target yang sudah sangat fantastis tersebut realisasinya hanya mencapai Rp1.143 triliun atau sekitar 91,75%.
Bahkan ada yang menyebut realisasi penerimaan tersebut merupakan yang terendah dalam kurun 25 tahun terakhir.
Pasalnya, dalam 10 tahun terakhir, target penerimaan perpajakan kita tak pernah tercapai. Padahal, potensi penerimaan perpajakan kita sekitar Rp1.600 triliun.
Menggenjot penerimaan pajak menjadi instrumen penting agar pembangunan tetap terbiayai secara memadai di tengah bakal berkurangnya pendapatan negara dari bahan bakar minyak akibat jatuhnya harga minyak dunia.
Dalam konteks memeratakan distribusi ekonomi melalui pembangunan, kita semestinya mendukung ikhtiar keras pemerintah menghimpun pajak. Pemerintah, misalnya, mulai memperluas pengenaan pajak pada sejumlah barang, antara lain tas dan sepatu mewah, emas dalam ukuran tertentu, serta rumah dan apartemen dalam harga tertentu.
Ikhtiar keras lainnya ialah menerapkan sandera badan pada para pengemplang pajak. Pekan lalu, Direktorat Jenderal Pajak menyandera badan seorang penunggak pajak dan menitipkannya di Lembaga Pemasyarakatan Salemba. Yang bersangkutan menunggak pajak selama lima tahun senilai Rp6 miliar.
Sandera badan merupakan bentuk penegakan hukum yang diharapkan dapat menggugah kesadaran pengusaha untuk tertib membayar pajak.
Namun, kita hendak mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam Ć¢€˜memaksaĆ¢€™ pengusaha membayar pajak. Bila berlebihan, orang enggan berusaha di Indonesia.
Penerapan pajak progresif menjadi solusinya. Insentif berupa kemudahan mengembangkan usaha bagi perusahaan yang patuh membayar pajak menjadi solusi lain.
Kita juga ingin mengingatkan bahwa idealnya kesadaran orang membayar pajak terbangun karena kepercayaan dan keyakinan pajak yang mereka setor ke negara betul-betul dipakai untuk pembangunan buat rakyat. Ini menjadi tugas mahaberat negara di tengah belum hapusnya ingatan kita terhadap kasus penilapan pajak oleh petugas pajak.
Orang bijak taat pajak. Pemerintah bijak taat menggunakan pajak untuk membiayai pembangunan demi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
No comments:
Post a Comment