CNG.online: - Merak Jawa termasuk satwa langka yang dilindungi. Surat Wiyoto, petani asal Dusun Soka, Desa Tawangrejo Kecamatan Gemarang Kabupatèn Madiun, ini berhasil beternak Burung Merak Jawa (Pavo Muticus). Dia telah beternak satwa liar yang dilindungi itu sejak 1998 silam. Bagaimana kisahnya?
Awalnya, kata Surat, dia melihat empat butir telur tergeletak di hutan lantas dibawanya pulang. Sampai rumah, dia taruh bersama telur ayam lain yang sedang dierami induknya.
"Saat menetas ternyata burung merak," kata Surat di Taman Safari Indonesia Prigen, Sabtu 7 Februari 2015.
Burung merak endemik jawa itu pun berkembang biak. Surat kemudian memperjual belikannya.
"Harganya murah. Anakannya bisa laku Rp200 ribu, kalau bulu merak yang jatuh laku Rp3000 per helai," katanya.
Namun kondisi itu berubah sejak peternakan milik Surat terendus petugas BKSDA setempat. Surat yang tak tahu bahwa Merak termasuk satwa liar yang dilarang untuk dipelihara terkejut didatangi sejumlah petugas BKSDA datang dan hendak menyita.
"Untung merak saya tidak diambil, tapi saya harus ngurus izin dari BKSDA," kata Surat.
Surat izin itu dia dapat pada 2010. Sejak saat itu dia telah memiliki legalitas untuk melakukan penangkaran sekaligus memperjualbelikan Merak. Dia harus mengurus akte untuk setiap Merak yang menetas atau mati.
"Kalau lahir dan mati harus urus izin, Merak dicatat dan diberi cip di bagian dada. Proses aktanya bisa berbulan-bulan baru keluar," ujar kakek dengan dua cucu itu.
Harga hewan ternaknya itu kini tergolong mahal. Merak berbulu hijau dihargai paling rendah Rp20 juta sepasang dari harga jual lama berkisar antara Rp3-6 juta.
Catatan Surat, ada 32 ekor Merak laku terjual, sekitar 50 ekor mati dan 20 ekor lain sedang menghuni kandang berlantai tanah seluas 6x10 meter di kediamannya yang berada di lereng bukit.
Awalnya, kata Surat, dia melihat empat butir telur tergeletak di hutan lantas dibawanya pulang. Sampai rumah, dia taruh bersama telur ayam lain yang sedang dierami induknya.
"Saat menetas ternyata burung merak," kata Surat di Taman Safari Indonesia Prigen, Sabtu 7 Februari 2015.
Burung merak endemik jawa itu pun berkembang biak. Surat kemudian memperjual belikannya.
"Harganya murah. Anakannya bisa laku Rp200 ribu, kalau bulu merak yang jatuh laku Rp3000 per helai," katanya.
Namun kondisi itu berubah sejak peternakan milik Surat terendus petugas BKSDA setempat. Surat yang tak tahu bahwa Merak termasuk satwa liar yang dilarang untuk dipelihara terkejut didatangi sejumlah petugas BKSDA datang dan hendak menyita.
"Untung merak saya tidak diambil, tapi saya harus ngurus izin dari BKSDA," kata Surat.
Surat izin itu dia dapat pada 2010. Sejak saat itu dia telah memiliki legalitas untuk melakukan penangkaran sekaligus memperjualbelikan Merak. Dia harus mengurus akte untuk setiap Merak yang menetas atau mati.
"Kalau lahir dan mati harus urus izin, Merak dicatat dan diberi cip di bagian dada. Proses aktanya bisa berbulan-bulan baru keluar," ujar kakek dengan dua cucu itu.
Harga hewan ternaknya itu kini tergolong mahal. Merak berbulu hijau dihargai paling rendah Rp20 juta sepasang dari harga jual lama berkisar antara Rp3-6 juta.
Catatan Surat, ada 32 ekor Merak laku terjual, sekitar 50 ekor mati dan 20 ekor lain sedang menghuni kandang berlantai tanah seluas 6x10 meter di kediamannya yang berada di lereng bukit.
No comments:
Post a Comment