CNG.online: - Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah menteri ke Istana Negara. Agendanya adalah membahas pembangunan pelabuhan dan transportasi sungai.
"Kami jam 9 dipanggil. Ada Menko Perekonomian, Menteri Perhubungan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta dari Pelindo. Bahas pembangunan pelabuhan dan transportasi sungai," jelas Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kala ditemui di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/2/2015).
Salah satu isu yang akan dibahas, lanjut Basuki, adalah pembangunan pelabuhan laut dalam (deep sea port). Infrastruktur ini merupakan kunci program tol laut yang menjadi andalan Presiden Jokowi.
"Kalau menurut programnya, ada 24 deep sea port sampai ke Biak-Sorong. Kami dari PU dukung jalan aksesnya dan sarananya. Kalau pelabuhannya, itu Pak Jonan (Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan)," paparnya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengungkapkan ada 5 pembangunan deep sea port yang sedang berjalan. Lokasinya tersebar dari Sumatera hingga Papua.
"Kita bangun 24 pelabuhan, di antaranya deep sea port di Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar, Sorong. Ada yang sudah berjalan, presiden ground breaking di Kuala Tanjung dan 2018 mulai beroperasi," papar Indroyono.
Pembangunan 5 deep sea port tersebut, lanjut Indroyono, membutuhkan dana yang tidak sedikit yaitu US$ 7 miliar atau sekitar Rp 75 triliun. Namun, tidak seluruhnya datang dari pemerintah.
"Anggaran 5 pelabuhan itu US$ 7 milliar, Rp 75 triliun. Hebatnya, ada 4 yang anggarannya swasta," tutur Indroyono, yang bersama 3 Menko lainnya hari ini menemui pimpinan DPR.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
"Kami jam 9 dipanggil. Ada Menko Perekonomian, Menteri Perhubungan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta dari Pelindo. Bahas pembangunan pelabuhan dan transportasi sungai," jelas Basuki Hadimuljono, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kala ditemui di Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/2/2015).
Salah satu isu yang akan dibahas, lanjut Basuki, adalah pembangunan pelabuhan laut dalam (deep sea port). Infrastruktur ini merupakan kunci program tol laut yang menjadi andalan Presiden Jokowi.
"Kalau menurut programnya, ada 24 deep sea port sampai ke Biak-Sorong. Kami dari PU dukung jalan aksesnya dan sarananya. Kalau pelabuhannya, itu Pak Jonan (Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan)," paparnya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengungkapkan ada 5 pembangunan deep sea port yang sedang berjalan. Lokasinya tersebar dari Sumatera hingga Papua.
"Kita bangun 24 pelabuhan, di antaranya deep sea port di Kuala Tanjung, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makassar, Sorong. Ada yang sudah berjalan, presiden ground breaking di Kuala Tanjung dan 2018 mulai beroperasi," papar Indroyono.
Pembangunan 5 deep sea port tersebut, lanjut Indroyono, membutuhkan dana yang tidak sedikit yaitu US$ 7 miliar atau sekitar Rp 75 triliun. Namun, tidak seluruhnya datang dari pemerintah.
"Anggaran 5 pelabuhan itu US$ 7 milliar, Rp 75 triliun. Hebatnya, ada 4 yang anggarannya swasta," tutur Indroyono, yang bersama 3 Menko lainnya hari ini menemui pimpinan DPR.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pelabuhan Baru Dikaji Ulang.
Pemerintah akan meninjau pencanangan 24 pelabuhan baru yang menurut rencana akan dibangun dalam empat tahun mendatang. Seiring dengan itu, pemerintah akan fokus pada efisiensi untuk menaikkan utilisasi pelabuhan yang ada.
"Selama ini masalahnya ialah pelabuhan-pelabuhan kita itu utilisasinya sangat rendah. Karena itu, pembangunan pelabuhan baru, terutama pelabuhan utama, perlu dipikir ulang. Namun, yang paling penting sekarang dibereskan, efisiensi," ujar Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil seusai rapat terbatas di Istana Presiden, Selasa (10/2).
Ia menambahkan bukan berarti pelabuhan baru yang telah dicanangkan pemerintah batal dibangun. Hanya, tidak semuanya akan direalisasikan.
Sofyan mencontohkan tidak ada pembangunan pelabuhan baru di Tanjung Priok, Jakarta. Namun, sejak 2009 hingga saat ini, kapasitasnya ditingkatkan menjadi dua kali lipat dengan cara memperbaiki infrastruktur fisik dan sistem perangkat lunaknya.
Salah satunya dengan teknologi inaport, konektivitas layanan elektronik yang menghubungkan empat pelabuhan besar di Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar.
Kelak, revitalisasi pelabuhan akan menyasar pelabuhan-pelabuhan utama lain dengan efisiensi rendah, khususnya yang bersinergi dengan program tol laut. "Targetnya mengurangi biaya logistik. Kalau kita kurangi biaya logistik dari 24% jadi 19%, itu penghematan sekian ratus triliun rupiah bagi industri. Mereka bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik," ucap Sofyan.
Guna memperbaiki kinerja pelabuhan, pemerintah membentuk gugus tugas (task force) di bawah pengawasan wakil presiden. Tim beranggotakan Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Task force tersebut bertugas menganalisis problem pelabuhan dan ditargetkan bisa membereskan masalah birokrasi pelabuhan dalam dua bulan. Pasalnya, pelabuhan memainkan peranan penting dalam upaya menurunkan biaya logistik. Sebagai contoh, inventori di Indonesia bisa memakan 30-40 hari, sedangkan di Malaysia sekitar 1-2 minggu.
"Bagaimana bea cukai yang perlu ditingkatkan kecepatannya, juga dwelling time. Itu persoalan klasik sekali yang dibahas sejak dulu sampai sekarang," tuturnya.
Dalam kesempatan serupa, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengamini ditugasi membereskan birokrasi dalam pembangunan infrastruktur. "Bukan untuk dipercepat, enggak bisa bangun pelabuhan dipercepat, tapi bagaimana birokrasi bisa mendukung supaya pembangunan tidak terhambat."
Risiko tinggi
Dalam kesempatan terpisah, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis mengatakan pihaknya berupaya mendorong penyaluran kredit perbankan ke sektor maritim. Ia berharap, tahun ini, laju kredit sektor maritim bisa naik 50% dari outstanding tahun lalu yang sebesar Rp85 triliun atau 2,36% dari total kredit.
Menurutnya, potensi bisnis di sektor kemaritiman akan sangat besar jika dipandang dari sisi hulu hingga hilir. Walakin, perbankan pun perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia mereka dalam hal pengetahuan seluk beluk sektor maritim. "Kebanyakan karena kurang expert (ahli) dalam bidang tersebut, tidak paham mengenai nature dan perilaku bisnis di sektor tersebut," ujar Irwan di Jakarta, kemarin.
Kurangnya keahlian soal kredit maritim menjadi salah satu faktor tingginya rasio kredit seret (non-performing loan) di sektor itu. Menurut Irwan, NPL kredit sektor maritim sekitar 11%, amat tinggi ketimbang NPL rata-rata industri yang sekiar 2%. "Saat ini, risiko sektor maritim masih relatif tinggi, khususnya di subsektor kelautan dan perikanan yang merupakan NPL tertinggi."
Pemerintah akan meninjau pencanangan 24 pelabuhan baru yang menurut rencana akan dibangun dalam empat tahun mendatang. Seiring dengan itu, pemerintah akan fokus pada efisiensi untuk menaikkan utilisasi pelabuhan yang ada.
"Selama ini masalahnya ialah pelabuhan-pelabuhan kita itu utilisasinya sangat rendah. Karena itu, pembangunan pelabuhan baru, terutama pelabuhan utama, perlu dipikir ulang. Namun, yang paling penting sekarang dibereskan, efisiensi," ujar Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil seusai rapat terbatas di Istana Presiden, Selasa (10/2).
Ia menambahkan bukan berarti pelabuhan baru yang telah dicanangkan pemerintah batal dibangun. Hanya, tidak semuanya akan direalisasikan.
Sofyan mencontohkan tidak ada pembangunan pelabuhan baru di Tanjung Priok, Jakarta. Namun, sejak 2009 hingga saat ini, kapasitasnya ditingkatkan menjadi dua kali lipat dengan cara memperbaiki infrastruktur fisik dan sistem perangkat lunaknya.
Salah satunya dengan teknologi inaport, konektivitas layanan elektronik yang menghubungkan empat pelabuhan besar di Jakarta, Medan, Surabaya, dan Makassar.
Kelak, revitalisasi pelabuhan akan menyasar pelabuhan-pelabuhan utama lain dengan efisiensi rendah, khususnya yang bersinergi dengan program tol laut. "Targetnya mengurangi biaya logistik. Kalau kita kurangi biaya logistik dari 24% jadi 19%, itu penghematan sekian ratus triliun rupiah bagi industri. Mereka bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik," ucap Sofyan.
Guna memperbaiki kinerja pelabuhan, pemerintah membentuk gugus tugas (task force) di bawah pengawasan wakil presiden. Tim beranggotakan Kementerian Perhubungan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Ketenagakerjaan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Task force tersebut bertugas menganalisis problem pelabuhan dan ditargetkan bisa membereskan masalah birokrasi pelabuhan dalam dua bulan. Pasalnya, pelabuhan memainkan peranan penting dalam upaya menurunkan biaya logistik. Sebagai contoh, inventori di Indonesia bisa memakan 30-40 hari, sedangkan di Malaysia sekitar 1-2 minggu.
"Bagaimana bea cukai yang perlu ditingkatkan kecepatannya, juga dwelling time. Itu persoalan klasik sekali yang dibahas sejak dulu sampai sekarang," tuturnya.
Dalam kesempatan serupa, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengamini ditugasi membereskan birokrasi dalam pembangunan infrastruktur. "Bukan untuk dipercepat, enggak bisa bangun pelabuhan dipercepat, tapi bagaimana birokrasi bisa mendukung supaya pembangunan tidak terhambat."
Risiko tinggi
Dalam kesempatan terpisah, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Irwan Lubis mengatakan pihaknya berupaya mendorong penyaluran kredit perbankan ke sektor maritim. Ia berharap, tahun ini, laju kredit sektor maritim bisa naik 50% dari outstanding tahun lalu yang sebesar Rp85 triliun atau 2,36% dari total kredit.
Menurutnya, potensi bisnis di sektor kemaritiman akan sangat besar jika dipandang dari sisi hulu hingga hilir. Walakin, perbankan pun perlu meningkatkan kapasitas sumber daya manusia mereka dalam hal pengetahuan seluk beluk sektor maritim. "Kebanyakan karena kurang expert (ahli) dalam bidang tersebut, tidak paham mengenai nature dan perilaku bisnis di sektor tersebut," ujar Irwan di Jakarta, kemarin.
Kurangnya keahlian soal kredit maritim menjadi salah satu faktor tingginya rasio kredit seret (non-performing loan) di sektor itu. Menurut Irwan, NPL kredit sektor maritim sekitar 11%, amat tinggi ketimbang NPL rata-rata industri yang sekiar 2%. "Saat ini, risiko sektor maritim masih relatif tinggi, khususnya di subsektor kelautan dan perikanan yang merupakan NPL tertinggi."
No comments:
Post a Comment